Ada dua peristiwa getir yang selalu diceritakan berulang-ulang oleh Gandamana kepada orang-orang terdekatnya, yaitu fitnah Trigantalpati atau patih Sengkuni dan kepongahan Kumbayana atau Pandita Durna. Perilaku dua orang tersebut membuat Gandamana bertindak diluar batas nalar sehingga akibatnya Trigantalpati dan Kumbayana menderita cacat seumur hidup. Ada penyesalan yang mendalam bahwasannya perbuatannya yang tak terukur dengan nalar telah merugikan orang lain dan telah merugikan diri sendiri. Akibatnya Gandamana terpaksa berpisah dengan Prabu Pandudewanata, sosok yang dicintai dan dihormati, dan juga Gandamana berseteru dengan Pandita Durna, yang adalah saudara Prabu Durpada dan guru Bimasena. Kedua peristiwa itulah yang dikemudian hari senantiadsa membayangi hidupnya dan membuat hatinya serasa getir.
Ada alasan mengapa Gandamana selalu menceritakan dua peristiwa getir yang menimpa dirinya kepada orang-orang yang ada di dekatnya? Karena Gandamana beranggapan bahwa dua peristiwa getir yang dialaminya dapat menimpa siapa saja yang tidak dapat menahan diri ketika diperlakuan dengan semena-mena. Maka hendaknya hal tersebut dapat dijadikan pelajaran dan peringatan dalam menjalani sebuah kehidupan.
Dan benarlah sekarang setelah Gandamana berpulang ke alam baka, dua cerita getir tersebut masih diingat oleh orang-orang yang pernah mendengar cerita itu. Bahkan masih diingat banyak orang yang menjadi saksi hidup dalam dua peristiwa getir tersebut.
Gugurnya Gandamana di tangan brahmana perkasa yang adalah Bima menandakan bahwa sayembara perang tanding telah usai. Tidak seperti yang dirasakan terutama oleh Prabu Durpada dan Dewi Durpadi khususnya, lautan manusia di alun-alun Pancalaradya tidak menampakkan kesedihannya. Untuk sejenak perhatian mereka tidak sedang tertuju kepada gugurnya Gandamana, tetapi lebih tertuju kepada pemenang sayembara. Seorang brahmana muda gagah perkasa yang akhirnya diketahui bahwa ia adalah Bima orang nomor dua dari lima bersaudara laki-laki yang disebut dengan Pandawa. Apalagi tiidak berapa lama setelah Bima diumumkan secara resmi sebagai pemenang sayembara, Arjuna juga dengan mengenakan pakaian brahmana naik ke atas memberi selamat kepada Bima kakaknya, maka sebagian besar dari lautan manusia itu pun mulai menghubung-hubungkan antara Bima dengan brahmana tampan yang sejak awal sayembara datang bersama Bima. Maka mulailah orang-orang yang berdiri tidak jauh dari panggung mengenalnya dengan menyebut nama Arjuna, orang nomor tiga dari Pandawa yang paling tampan.
Satu, dua teriakan yang menyebut nama Bima dan Arjuna terucap, kemudian disusul oleh yang lain hingga merata di alun-alun Pancalaradya.
Horeee Bima! horeee Arjuna!
Teriakan dibarengi dengan lambaian tangan untuk mengelu-elukan Bima dan Arjuna sebagian besar dilakukan oleh orang-orang yang berasal dari Hastinapura dan ditambah beberapa orang dari negara Wirata, negara Mandura dan juga negara Pancalaradya.
Sejak tragedi Bale sigala-gala, Kawula hastinapura khususnya menganggap bahwa Pandawa lima telah mati terbakar. Mereka merasa kehilangan ksatria utama anak-anak Pandudewanata yang merupakan pewaris tahta Hastinapura yang sah. Oleh karenanya dengan munculnya Bima di Pancalaradya sebagai pemenang sayembara, hati mereka melonjak gembira. Harapan mereka akan sebuah negara gemahripah lohjinawi tata titi tentrem kertaraharja yang selama ini sengaja disimpan di dalam hati, muncul dengan sendirinya ke permukaan wajah yang memancarkan keceriaan. Sinar mata mereka berbinar-binar haru menyaksikan anak-anak Pandu yang adalah pewaris tahta Hastinapura masih selamat.
Sepeninggalnya Prabu Pandu Dewanata, Destarastra yang dititipi negara Hastinapura tidak banyak berperan dalam menjalankan tata pemerintahan. Peranannya sebagai raja di Hastinapura diambil alih dan dijalankan oleh Patih Sengkuni yang bekerjasama dengan Dewi Gendari sang permaisuri raja. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat tidak pernah sampai kepada yang ber hak menerimanya.
Dendam Gendari kepada Pandu dan nafsu berkuasa Patih Sengkuni memungkinkan kedua kakak beradik tersebut untuk bekerjasama memainkan politik yang kotor dan kejam. Tragedi Bale Sigala-gala adalah bukti bahwa mereka telah merencanakan pembunuhan anak-anak Pandu sebagai pewaris tahta Hastinapura.
Namun Patih Sengkuni, Duryudana dan para Kurawa tidak mengetahui bahwa Pandawa masih hidup. Bahkan diawal sayembara ini Patih Sengkuni tidak menduga sama sekali bahwa yang mencegat pemuda rupawan dan mengajaknya bertanding adalah Arjuna.
Dengan munculnya Pandawa sebagai pemenang di sayembara perang tanding melawan Gandamana, rakyat Hastinapura khususnya semakin meyakini bahwa Pandawa benar-benar dikasihi dewa dan pada saatnya nanti Pandawa bakal mampu membawa kedamaian, kesejahteraan dan kejayaan Hastinapura.
Atas keberhasilannya, Bima diberi hak untuk memboyong Dewi Durpadi. Namun sebelum memboyong Durpadi, Arjuna mengabarkan keberhasilan sayembara kepada kakanda Puntadewa. Air mata Puntadewa menetes melalui bola mata yang bening. Air mata keharuan. Haru dikarenakan ketulusan hati kedua adiknya yang telah mempersembahkan kemenangan sayembara kepada dirinya.
SOURCE: google.com
0 comments:
Post a Comment