Mata Nagagini berbinar-binar mendengar penuturan Bima. Pemuda di hadapannya yang pernah melintas di dalam mimpi tersebut benar-benar istimewa. Di dalam darahnya telah mengalir Tirta Rasakundha, sebuah daya kekuatan yang hanya dimiliki oleh bangsa Naga. Tirta Rasakundha ibarat benang merah yang menghubungkan naluri mereka, maka pantas saja ada getaran khusus di antara kedua hati yang saling menyenangkan, membahagiakan dan menentramkan. Nagagini semakin percaya bahwasannya pertemuan ini telah diatur oleh Sang Hyang Widiwasa. Betapa indahnya hari itu. Saat mereka untuk pertamakali saling bertemu, saling mengenal dan terutama saling berbagi cinta, cinta antara pria dan wanita yang baru pertama kali ini bersemi, bahkan bersemi dengan cepat.
Raden Bima, engkau mengatakan sangat senang tinggal di Saptapertala ini, lantas apa rencanamu selanjutnya?
Bima kebingungan sebentar, kemudian ia menjawab:
Aku tidak mempunyai rencana apa pun, karena bagiku tinggal di tempat ini dan berdampingan dengan engkau, adalah segalanya.
Ooh! Benarkah Raden Bima? Aku merasa tersanjung oleh kata-katamu Raden. Alangkah bahagianya jika engkau tinggal di sini berada di sampingku dan tidak akan pernah meninggalkanku.
Sesungguhnya aku pun merasakan hal yang sama, ingin selalu berada di sampingmu, Nagagini.
Benarkah Raden?! Oo alangkah bahagianya jika pertemuan ini terus berlanjut sampai waktu yang tak terbatas.
Iya, aku setuju Nagagini, lalu bagaimana caranya?
Nah, itulah yang tadi aku tanyakan kepada Raden, apa rencana Raden selanjutnya?
Terserah kamu Nagagini, aku manut.
Manut bagaimana ta Raden? Tidak selayaknya dalam hal ini pria mengekor wanita.
Nagagini tersenyum geli atas keluguan dan kejujuran Bima. Mereka berdua semakin akrab. Dunia menjadi milik mereka berdua termasuk taman Saptapertala yang asri. Sehingga tidak menyadari kehadiran Puntadewa dan Arjuna di taman tersebut. Sejak datang di taman Saptapertala beberapa saat lalu, Puntadewa dan Arjuna tidak enak untuk menyapa Bima yang sedang berduaan dengan Dewi Nagagini. Puntadewa dan Arjuna diam-diam mengagumi Nagagini yang mempunyai kecantikan khusus yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Kecantikan Nagagini adalah kecantikan yang memancar dari dalam keluar melalui matanya, senyumnya, gerak-geriknya dan seluruh kulitnya. Sungguh luar biasa. Pantas saja Bima yang lugu-kaku terpana karenanya.
Rupanya Puntadewa dan Arjuna kalah betah dengan Nagagini dan Bima di taman Saptapertala berlama-lama. Mereka akhirnya terpaksa menyapa Bima yang memang sudah beberapa waktu tidak menyadari kedatangan kakak dan adiknya.
Baru setelah disapa Puntadewa, Bima tersadar bahwa mereka tidak hanya berdua di taman Saptapertala.
Adikku Bima, dan engkau Dewi Nagagini, maafkan kami telah mengganggu kalian berdua. Kedatangan kami di taman ini untuk menemui Bima dan mengajaknya bersama ibu Kunthi dan adik-dikku yang lain menghadap Sang Hyang Antaboga, penguasa kahyangan Saptapertala ini, malam ini juga.
Bima mempunyai perasaan tidak enak kepada Puntadewa kakaknya. Karena hingga saat ini Puntadewa belum pernah menjalin hubungan akrab degan seorang wanita. Namun apa mau dikata, Bima menyadari bahwa dirinya adalah manusia biasa, yang tidak kuasa menolak atau pun menghindar dari apa yang sudah diatur oleh Sang Hyang Tunggal. Termasuk pertemuannya dengan Nagagini bukanlah secara kebetulan, tapi telah diatur oleh-Nya.
Nagagini tersipu malu. Ia mempersilakan Bima mengikuti Raden Puntadewa dan Raden Arjuna meninggalkan taman Saptapertala. Taman yang menjadi saksi, bahwa di tempat ini dua sejoli telah mengawalinya, merenda benang-benang cinta.
Source: google.com
0 comments:
Post a Comment