Hari menjelang sore, suara kenthongan yang berasal dari pusat Kraton Pancalaradya atau Cempalaradya, menarik perhatian penduduk kotaraja. Seperti yang selalu ada di setiap banjar, pada sudut halaman ada bale duwur untuk menempatkan sebuah kentongan. Dengan kentongan tersebut setiap warga mendapatkan informasi mengenai kejadian penting untuk segera ditanggapi. Ada beberapa irama kentongan yang masing-masing irama menunjukkan kejadian yang sedang berlangsung.
Seperti irama khusus yang terdengar disore hari itu menandakan bahwa ada seorang gadis yang telah mengalami menstruasi atau datang bulang pertama. Artinya bahwa sang gadis tersebut telah menginjak usia dewasa, dan siap untuk dipinang seorang pria. Yang menarik perhatian bahwa suara kentongan tersebut berasal dari kotaraja. Tentunya ada gadis bangsawan yang menginjak dewasa dan siap dilamar. Lalu siapa gadis bangsawan tersebut? Akhirnya teka-teki pun terjawab bahwa Putri raja Cempalaradya tersebut adalah Dewi Durpadi, anak sulung Prabu Durpada.
Menyusul bunyi kenthongan yang menandakan bahwa masa kedewasaan Dewi Durpadi telah tiba, Prabu Durpada berencana menggelar sayembara untuk memilih dan memilah menantu yang pantas bagi pendamping Dewi Durpadi. Bagi siapa saja yang memenangkan sayembara, berhak menyunting Dewi Durpadi. Sayembara yang diadakan adalah mengangkat, menarik busur atau gendewa pusaka dan melepaskannya anak panah pada titik sasaran yang di sediakan. Sayembara terbuka bagi siapa saja dan di mana saja.
Beberapa bulan kemudian, kabar diadakannya sayembara di negara Pancalaradya telah tersebar jauh di negara-negara tetangga, bahkan sampai di seberang pulau.
Sepekan menjelang sayembara, kota raja Pancalarayadya sudah ramai oleh pendatang-pendatang dari manca nagara yang ingin mengikuti sayembara. Kesibukan kota meningkat lebih dari sepuluh kali lipat dinbanding dengan hari-hari sebelumnya.
Pada hari yang ditetapkan, para raja muda, ksatria, brahmana, para bangsawan dan rakyat kebanyakan tamplek blek penuh berjejal di alun-alun kotaraja Pancalaradya. Diantara mereka yang hadir tampaklah para Kurawa, Bima dan Arjuna, para raja seberang pulau termasuk beberapa raja dari Atasangin,
Gendewa pusaka atau busur pusaka Pancalaradya telah disiapkan di panggung kehormatan. Ukuran gandewa pusaka itu lebih besar dan lebih berat dibandingkan dengan gandewa pada umumnya. Dari ujung ke ujung gandewa tersebut tinretes emas murni, sehingga ketika ditimpa sinar matahari cahayanya gumebyar menyilaukan mata. Peserta sayembara yang dinyatakan lolos dan menang dalam sayembara adalah peserta yang mampu melepaskan anak panahnya tepat di tengah titik yang telah ditentukan.
Suasana menjadi riuh gemuruh ketika Prabu Durpada dan permaisuri mengapit dewi Durpadi naik ke atas panggung kehormatan, diikuti oleh Gandamana. Para raja dari seribu negara, sungguh terpana melihat kecantikan Dewi Durpadi secara langsung. Karena selama ini banyak diantara mereka yang melihat dan bertemu Dewi Durpadi hanya melalui mimpi.
Ditengarai dengan pemukulan gong beri sayembara pun di mulai. Satu persatu para peserta sayembara naik ke panggung dan mencoba mengangkat gandewa pusaka Pancalaradya. Beberapa peserta telah naik ke panggung kehormatan dan mencoba mengangkat gandewa pusaka. Namun hingga sampai peserta ke delapan belas baru ada empat orang yang kuat mengangkat gandewa pusaka. Namun tidak kuat menarik gendewa pusaka, apalagi untuk melepaskan anak panahnya,
Menjelang tengah hari belum ada orang yang dapat memenangkan sayembara. Satu persatu para raja dari seribu negara gagal memenangkan sayembara. Prabu Durpada dan prameswari yang didampingi Gandamana berharap cemas dalam menanti orang yang dapat memenangkan sayembara. Sedangkan Dewi Durpadi yang duduk di antara Ibunda Ratu dan Prabu Durpada menampakan raut muka yang tenang, bahkan sesekali Durpadi menebar senyum ketika ada peserta sayembara yang jatuh karena tidak kuat mengangkat gendewa pusaka.
Pada saat keraguan untuk mendapatkan pemenang sayembara menghampiri Prabu Durpada, tiba-tiba diantara orang banyak yang berjubel, melompatlah dengan ringannya seorang muda rupawan naik di atas panggung. Menilik dari pakaiannya bahwa pemuda tersebut dari golongan sudra atau rakyat biasa. Namun dengan menyakinkan seperti laiknya ksatria, ia melangkah mendekati gendewa pusaka. Diamati sejenak gendewa yang berada didepannya untuk kemudian diangkatnya. Semua mata memandang ke arah pemuda rupawan yang dengan ringannya mengangkat tinggi-tinggi gendewa pusaka. Sejenak kemudian tangan kakannya menarik tali gendewa perlahan-lahan. Maka yang terjadi gendewa ditangan kiri semakin melengkung dan melengkung dengan tajam. Anak panah telah diarahkan kesasaran. Ketegangan tampak pada setiap raut muka yang menyaksikan. Diiringi dengan detak ribuan jantug yang berdegup semakin cepat.
Namun sebelum anak panah tersebut meluncur dari gendewa pusaka, Dewi Durpadi yang berada beberapa langkah di depannya bereriak lantang katanya, Cukup! aku tidak mau sayembara ini dimenangkan oleh seorang sudra
Pemuda rupawan itu terkejut, dan menampakkan raut muka yang tidak senang. Ia merasa diperlakukan tidak adil. Maka untuk melampiaskan kejengkelannya anak panah yang telah siap meluncur tetap dilepaskan ke titik sasaran. Dan pemuda rupawan tersebut membuktikan bahwa ia pantas memenangkan sayembara. Anak panah menancap tepat di tepat di tengah sasaran. Sorak membahana gemuruh menyambutnya. Namun apakah keberhasilannya membidikkan panah tepat sasaran ini dinyatakan sebagai pepmenang atau tidak, ia tidak peduli. Yang terutama bagi dirinya bahwa ia yang adalah seorang sudra telah membuktikan kelebihannya dibandingkan dengan raja-raja seribu negara.
source: google.com
0 comments:
Post a Comment