Berkat pertolongan Arimbi tubuh Bima yang lunglai karena tersedot oleh limu Arimba telah pulih kembali. Ia bangun dan menghampiri Arimba. Kini keduanya siap melanjutkan perang tanding. Sebentar kemudian perang tanding babak kedua terjadi. Lagi-lagi tenaga Bima cepat menyusut, sedangkan tenaga Arimba malah semakin bertambah.
Arimbi dapat memahami apa yang dilakukan Arimba kakanya, bahwa untuk menghadapi lawan setangguh Bima tiada pilihan lain kecuali mengeluarkan ilmu andalan Pringgandani yang khusus diwariskan kepada pemegang tahta. Ilmu andalan tersebut mempunyai daya sedot tenaga lawan. Proses penyedotan berlangsung pada saat terjadi benturan badan. Maka semakin sering dan semakin cepat badan beradu, akan semakin cepat pula tenaga tersedot.
Demikian yang terjadi pada diri Bima, tenaganya cepat menyusut tanpa diketahui penyebabnya. Hanya beberapa saat setelah perang tanding babak ke dua berlangsung, Bima sudah kehabisan tenaga. Ia tak mampu lagi melanjutkan perang tanding. Ia heran dengan apa yang terjadi pada dirinya. Semakin ia bernafsu melumpuhkan lawannya, semakin cepat tenaganya hilang.
Kesedihan menggumpal di hati Bima. Sedhih bukan karena ia takut kalah dan takut mati, melainkan ia meratapi mengapa dirinya tidak mampu berbuat banyak.
Dengan tenaga yang masih tersisa, ia mencoba berteriak memberi khabar kepada Ibu dan saudara-saudaranya, untuk pamit mati. Namun dikarenakan tenaganya sangat lemah, tidak ada teriakan, yang ada adalah rintihan kekalahan yang hampir tak terdengar.
Ibu Kunthi aku kalah. Aku pamit mati. Anakmu tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Kunthi Ibuku aku mohon ampun, Punta kakakku dan adik-adikku maafkan aku.
Matahari di ujung kulon semakin redup sinarnya. Sebentar lagi ia akan masuk keperaduan. Seakan-akan ia sengaja meninggalkan Bimasena karena tak sampai hati melihat orang terkuat di Pandhawa itu jatuh dalam ketidak berdayaan.
Sementara itu, Arimba yang melihat Bima tidak berdaya, hanya tertawa ringan. Ia tidak melakukan tindakan apapun juga terhadap lawannya yang sudah tidak berdaya. Arimba masih mencoba menghidupi jiwa kesatrianya, seperti yang diteladankan ayahnya Prabu Tremboko. Ia meninggalkan musuhnya dalam ketidak berdayaan, untuk memberi kesempatan memulihkan tenaganya.
Malam merambat pelan, sayup-sayup terdengar kidung pilu ditengah gulitanya hutan. Kunthi Puntadewa, Arjuna dan si kembar Nakula Sadewa berada dalam kecemasan. Mereka menanti Bima yang tak kunjung datang. Arjuna diutus menerobos lebatnya pepohonan dalam malam yang pekat, untuk menemukan Bima.
Pada waktu yang bersamaan dengan usaha Arjuna mencari Bima. Arimbi mendekati Bima dengan hati-hati. Disadarinya bahwa Bima tidak menyukai dirinya, membenci raut mukanya yang berparas raseksi. Namun Arimbi tahu bahwa Bima tak kuasa mengusirnya atau bahkan meninggalkan dirinya. Seperti ketika dikipasi dengan daun jati, Bima hanya pasrah.
Setelah berada disamping Bima, Arimbi melakukan hal yang sama, seperti yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu mengipasi wajah Bima. Karena dengan cara demikian tenaga Bima cepat pulih. Walaupun Arimbi heran, mengapa semudah dan secepat itu tenaga Bima pulih, ia tidak menemukan jawabannya.
Tidak seorangpun tahu kecuali Bima, bahwa pada saat Arimbi meniupkan anginnya ke wajah Bima melalui kipas, Dewa Bayu, datang bersamaan semilirnya angin malam, mengusap tubuh Bima sehingga menjadi kuat dan segar.
Bima segera meloncat berdiri dan siap untuk bertempur. Namun hari telah gelap, dan Arimba musuhnya tidak ada di depannya, yang ada hanyalah Arimbi si raseksi yang ia benci. Segeralah Bima meninggalkan tempat itu untuk menghindari Arimbi yang menjijikan.
Bima ingin menemui Kunthi dan saudara-saudaranya, sembari menunggu mentari pagi untuk meneruskan perang tanding melawan Arimba. Disepanjang langkahnya, Bima mencoba mengingat-ngingat apa yang terjadi pada saat berperang tanding melawan Arimba? Ia heran mengapa tenaganya cepat menjadi susut? Namun Bima tidak menemukan jawabannya.
Belum jauh Bima meninggalkan Arimbi yang diam tak bergerak, bertemulah ia dengan Arjuna adiknya, keduanya berlangkulan lega. Untuk kemudian bersama-sama menuju ke tempat Ibu Kunthi dan saudara-saudaranya berada.
source: google.com
0 comments:
Post a Comment