Pesanggrahan Bale Sigala-gala yang indah megah, tak mampu bertahan lama dari amukan api. Purucona seorang undagi atau ahli bangunan terkemuka di Hastinapura. termasuk juga menjadi korban keganasan api. Ia dipaksa untuk menyulut Bale Sigala-gala yang ia bangun dengan bahan yang mudah terbakar. Ketika api mulai ganas menyala, Purucona dilemparkan ke dalam api oleh beberapa pengawal yang telah dipersiapkan. Sungguh malang nasibnya si Purucona. Ia sengaja dijadikan tumbal untuk rencana besar ini.
Awal tragedi Purucona adalah ketika Patih Sengkuni menemui dirinya dan memerintahkan untuk membangun sebuah pesanggrahan yang indah menawan. Kepercayaan langsung dari Patih Hastinapura kepada dirinya membuat Purucona benar-benar merasa bangga dan gembira. Oleh karena kepercayaan yang diberikan kepadanya Purucona ingin menunjukkan bahwa dalam waktu yang relatif pendek ia mampu menciptakan sebuah karya bangunan yang indah.
Konsep bangunan pesanggrahan Bale Sigala-gala adalah Pradah artinya ruang-ruang yang ada dibuat terbuka. Dengan desain yang sedemikian rupa Purucona menginginkan setiap ruangan yang ada mampu mempunyai daya undang bagi siapa saja untuk masuk. Setelah mereka masuk, mereka akan dimanjakan dengan ruangan yang nyaman, udara yang segar dan hidangan yang lezat. Sehingga semua orang yang datang, masuk ruangan dan menikmati hidangan yang disajikan akan menjadi lupa terhadap beban hidup yang berat.
Semula tidak terlintas sedikitpun dibenaknya bahwa pada akhirnya bangunan itu dibuat demi sebuah sarana untuk melenyapkan Pandhawa lima dari muka bumi. Para Pandawa diundang masuk menikmati hidangan pesta agar menjadi lupa, sehingga meninggalkan kewaspadaan dan akhirnya tidak tahu akan datangnya bahaya api yang meluluh-lantakan semuanya.
Maka pada malam itu Purucona menjadi shock setelah mengetahui bahwa Bale Sigala-gala karyanya akan dijadikan sarana untuk membunuh Pewaris tahta Hastinapura yang sah. Sekarang semuanya telang berlangsung amat cepat. Arsitek nomor satu di Hastinapura benar-benar tekah luluh lantak menjadi arang dan abu, bersama dengan karya terakhirnya yang sebelumnya sangat mempesona. Selain Purucona, ada enam orang yang mengalami nasib seperti Purucona. Mereka ditemukan di depan pintu ruang belakang.
Siapa lagi kalau bukan Kunthi dan ke lima anaknya.
Ketika matahari mulai meninggi, bukit letak pesanggrahan Bale Sigala-gala dibangun, penuh sesak. Orang-orang pada datang untuk memastikan apakah Raden Yudhisthira dan saudara-saudaranya dan juga Ibunya dapat menyelamatkan diri?
Inilah mayat Kunthi, walaupun sudah menjadi arang, masih kelihatan bahwa ini adalah mayat seorang wanita. Dan yang lima ini adalah anak-anaknya, yaitu: Yudhisthira, Bimasena, Herjuna, Nakula dan Sadewa.
Dengan penuh kelegaan Sengkuni menyakinkan bahwa ke enam mayat yang ada, adalah Kunthi dan Pandhawa lima. Dan rupanya keyakinan Sengkuni tersebut tak terbantahkan, karena ada bukti yang ditunjukan. Para rakyat bersedih. Para kawula menangis, melihat ke enam mayat yang diyakinkan Sengkuni adalah mayat Kunthi dan anak-anaknya. Tidak ada yang menyuruh, para kawula pedesan yang datang, bersimpuh mengelilingi keenam mayat tersebut. Rasa hormat dan rasa cinta yang begitu tinggi yang ditunjukkan oleh rakyat Hastinapura kepada Pandawa, walaupun sudah menjadi abu, membuat Sengkuni dan Para Kurawa panas hatinya. Maka segeralah Patih Sengkuni memberikan perintah untuk membubarkan para kawula pedesaan itu. Satu persatu mereka meninggalkan puing-puing Bale Sigala-gala dengan kepala tunduk. Tanpa disadari kaki mereka menginjak-injak abu Purucona sang Arsitek yang malang
source: google.com
0 comments:
Post a Comment