Gandamana gugur dipangkuan Bima, setelah beberapa saat tak berdaya. Prabu Durpada dan kerabat tidak dapat membendung prahara dukacita di hatinya. Sang prameswari Dewi Gandawati dan putrinya Dewi Durpadi tak dapat menahan tangis kesedihan. Demikian halnya Prabu Durpada. Raut muka Sang Raja Pancala tersebut menampakkan dukacita yang dalam. Ia berusaha sekuat tenaga untuk menahan agar matanya yang mulai basah tidak meneteskan air mata. Lautan manusia di alun-laun yang sebagian besar adalah rakyat Pancalaradya juga larut dalam suasana haru seperti yang terjadi di panggung sayembara.
Bagaikan sebuah konser agung mereka menyenandungkan kidung perkabungan. Rakyat Pancalaradya mengakui bahwa Gandamana adalah beteng negara yang perkasa. Semenjak kepulangan Gandamana dari Hastinapura negara Pancala menjadi besar dan kuat, ditakuti oleh lawan dan disegani oleh kawan. Namun kini setelah Gandamana gugur ada kekuatiran diantara mereka, siapa yang akan menjadi benteng perkasa Pancalaradya?
Beberapa punggawa raja mengurus raga Gandamana yang mulai layu. Tidak ada lagi denyut kehidupan di tubuh nan perkasa. Seorang abdi laki-laki yang sangat dekat dengan Gandamana akhir-akhir ini belum berhasil menjaga agar matanya tidak basah oleh air mata. Rupanya ia sengaja untuk menikmati kesedihan itu di depan raga Gandamana yang membujur kaku. Disela-sela linangan airmata ia menuturkan tentang beberapa hal yang disampaikan Gandamana kepada dirinya.
Beberapa tahun terakhir ini aku selalu bermimpi bertemu dengan Prabu Pandudewanata. Walaupun pada sebagian besar mimpi tersebut Prabu Pandudewanata tidak pernah berbicara sepatah kata pun, aku tahu apa yang menjadi kerinduannya. Seperti halnya Prabu Pandu, aku pun sesungguhnya rindu bersatu dengan Sang Prabu. Ada beban berat menindih sepanjang hidupku. Getir rasanya mengenang peristiwa lebih dari sepuluh tahun silam, ketika perang Pamukswa pecah. Perang negara Hastinapura dan Negara Pringgandani.
Perang besar itu terjadi karena siasat adu-domba yang dilakukan oleh Trigantalpati. Raden Trigantalpati adalah adik Dewi Gendari isteri Destarastra, kakak Prabu Pandudewanata yang menjadi adipati di Gajahoya. Sesungguhnya hubungan antara negara Pringgandani dengan negara Hastinapura sangat harmonis. Kedua raja yang berkuasa adalah saudara seperguruan. Namun karena Trigantalpati melayangkan surat tantangan atas nama Prabu Pandu raja Hastinapura kepada Prabu Tremboko raja Pringgandani maka perang pun pecah dan menjadi semakin besar hingga tak terkendali.
Dalam perang Pamukswa Gandamana yang waktu itu menjadi Patih, maju ke medan perang. Dengan aji bandung bandawasa dan wungkal bener, Gandamana mampu membuat lawannya kocar-kacir. Pada saat Patih Gandamana menggempur musuh, Trigantalpati mengarahkan agar Patih Gandamana melewati jebakan berupa luweng atau lubang di tanah yang telah disiapkan Trigantalpati. Dikarenakan yang menjadi perhatian adalah musuhnya, Gandamana kurang memperhatikan tanah yang diinjak, akhirnya Gandamana masuk ke dalam luweng. Dengan cepat Trigantalpati dan anak buahnya menimbun Gandamana. Gandaman dikubur hidup-hidup di tengan medan perang Pamukswa.
Gandamana hilang!
Gandamana mbalela!
Gandamana ditawan musuh!
Gandamana mati!
Kabar kegagalan Gandamana sengaja di tiupkan oleh Trigantalpati. Prabu Pandu terbakar hatinya mendapat kabar buruk yang menimpa patihnya yang amat dikasihi. Maka kemudian dikerahkannya seluruh kekuatan yang masih ada untuk menggempur Pringgandani.
Pada puncak perang Pamukswa, Prabu Tremboko gugur di tangan Prabu Pandu. Pringgandani menyerah. Dengan leluasa Prabu Pandu memasuki rumah-rumah tahanan dan bilik-bilik tawanan. Namun tidak menemukan Gandamana. Pandu bersedih. Dimanakah Gandamana?
Sepekan duapekan, sebulan dua bulan didengar tidak ada kabar beritanya, dicari tidak ketemu, ditunggu tidak datang jua. Dengan pertimbangan untuk menata secepatnya negara yang berantakan karena perang, berapa usulan dilontarkan agar Prabu Pandudewanata segera mengangkat patih baru menggantikan Gandamana. Entah bagaimana prosesnya, siapa yang mengusulkannya dan siapa pula yang menjadi otaknya, sehingga Prabu Pandudewanata mengangkat Raden Trigantalpati menjadi patih Hastinapura yang baru.
Perang telah usai. Yang menang dan yang kalah tidak mendapatkan apa-apa selain kerusakan dan kematian. Perang besar yang disebut dengan perang Pamukswa itu menyisakan puing-puing negri dan puing-puing hati. Hati yang diiris, hati yang digores, hati yang dipecah berkeping-keping karena kehilangan orang-orang yang amat dicintai.
source: google.com
0 comments:
Post a Comment