Hanantareja atau Antareja adalah putera dari Werkudara dengan Dewi Nagagini, puteri Batara Antaboga, di kahyangan Saptapretala. Antareja memiliki nama lain yaitu Wasianantareja dan Anantareja. Dalam versi lain seperi wayang klasik versi Surakarta, Antareja adalah nama lain dari Antasena, namun dalam versi Yogyakarta, Antareja adalah kakak lain ibu, Antasena. Antareja memiliki sifat jujur, pendiam, sangat berbakti pada yang lebih tua dan sayang kepada yang muda, rela berkorban dan besar kepercayaanya kepada Sang Maha Pencipta.
Antareja berkedudukan di kasatriyan Randuwatang atau Jangkarbumi.Saat kelahiran Antareja,Kahyangan Suralaya saat itu sedang mendapat serangan dari raja Negara Jangkarbumi, yaitu Prabu Nagabaginda yang ingin meminta Dewi Supreti istri Sanghyang Antaboga untuk dijadikan permaisurinya. Batara Antaboga kemudian membawa cucunya yang masih bayi itu itu untuk dihadapkan dengan Prabu Nagabaginda.
Sebelum diadu, bayi Antareja dilumuri air liur Antaboga sehingga menjadi kebal terhadap semua senjata. Bayi Antareja tidak mati melainkan semakin bertambah dewasa jika terkena senjata. Akhirnya, raja Jangkarbumi bisa dimusnahkan oleh Antareja, dan negeri Jangkarbumi diserahkan kepadanya.
Antareja memiliki Ajian Upasanta pemberian Hyang Anantaboga. Air liurnya bisa membinasakan lawannya dalam waktu sekejap. Kulitnya bersisik Napakawaca yang mampu menahan serangan senjata. Antareja juga memiliki cincin Mustikabumi pemberian Dewi Nagagini, ibunya, yang bisa digunakan untuk menghidupkan orang yang mati di luar takdir.Ia juga bisa hidup dan berjalan di dalam tanah (amblas bumi).
Dalam lakon Subadra Larung, cincin itu diperlihatkan kepada Ayahnya Arya Werkudara,sehingga bima mengakuinya sebagai anak. Saat itu, Antareja terkejut melihat perahu mayat wanita yang tak lain adalah Wara Subadra istri Janaka (Arjuna). Antareja kemudian menghidupkan kembali Subadra yang dibunuh Burisrawa secara tidak sengaja dengan cincin Mustikabumi.
Gatotkaca yang mendapat tugas mengawasi jenazah bibinya, menjadi curiga dan menuduh Antareja yang membunuh Wara Subadra. Perkelahian antara keduanya tidak bisa dihindarkan, tetapi segera dicegah Sri Kresna dan memberitahu keduanya bahwa mereka masih bersaudara. Sementara Subadra sendiri juga mengaku bahwa yang membunuh dirinya adalah satriya Madyapura Raden Burusrawa, putera Prabu Salya raja Mandaraka.
Antareja menikah dengan Dewi Ganggi, puteri Prabu Ganggapranawa raja ular di kerajaan Tawingnarmada. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai seorang putera yang diberi nama Arya Danurwenda yang diangkat menjadi patih luar Negara Yawastina Prabu Parikesit.
Akhir riwayatnya, Antareja menjadi tumbal kemenangan Pandawa dalam perang Bharatayudha. Kurawa tidak rela mengorbankan salah satu keluarganya, melainkan membunuh Ijrada, Traka dan Sarka, sedangkan di pihak Pandawa, Antareja dan Wisanggeni rela mengorbankan diri untuk kemenangan Pandawa. Antareja menjilat telapak kakinya sendiri dan mendapat anugerah menempati sorgaloka tingkat Sembilan milik Sri Kresna.
Sumber : http:// www.hadisukirno.com/ artikel-detail?id=42
===========
Raden Antareja atau Anantareja, juga mempunyai sebutan lain yaitu Nagabaginda dan Rupatala. Ia adalah anak Bimasena buah perkawinannya dengan Dewi Nagagini putri cantik anak Sang Hyang Antaboga, dewa penguasa Kahyangan Sapta Pertala. Letak kahyangan ini di dasar bumi lapisan ketujuh. Oleh karenanya dinamakan Kahyangan Sapta Pertala yang artinya Sapta = tujuh dan Pertala = bumi atau tanah.Antareja tinggal di kasatriyan Jangkarbumi. Ia adalah sosok pemuda tampan tetapi badannya memiliki sisik seperti ular. Hal tersebut dikarenakan Hyang Antaboga ayah dari Antareja merupakan Dewanya ular, yang mempunyai dua wujud, yaitu kadang berujud Dewa dan kadang berujud ular naga yang menakutkan. Untuk wujud yang kedua ini terutama jika Antaboga sedang marah.Antareja terkenal sangat sakti. Ia memilki pusaka andalan yang berupa upas atau bisa mematikan. Musuh yang terkena semburan upas atau bisa pasti mati. Bahkan Antareja dapat mencelakai atau membunuh musuh dari jarak jauh, hanya dengan menjilat bekas jejak telapak kaki musuh.
Dengan kesaktian seperti itu, Antareja ditakuti lawan dan disegani kawan. Namun sayang, karena kesaktiannya Antareja terpaksa disingkirkan sebelum perang Baratayuda. Tragis memang kisah ini, Antareja sengaja disingkirkan bukan oleh musuhnya tetapi oleh Prabu Kresna yang menjadi botoh perang Baratayuda, yang seharusnya membotohi para Pandawa dan anak-anak Pandawa, termasuk Antareja.
Mengapa Kresna sampai hati membunuh Antareja yang masih keponakannya sendiri? Karena Kresna tahu isi kitab Jitabsara, yaitu kitab yang berisi skenario perang Baratayuda, bahwa pada perang Baratayuda Antareja diangkat menjadi senopati perang barisan Pandawa untuk menandingi Prabu Baladewa senopati perang barisan Kurawa. Jika perang tanding antara Antareja dan Prabu Baladewa benar-benar terjadi, dapat dipastikan bahwa Prabu Baladewa akan kalah dan gugur. Kresna sangat takut kehilangan orang yang sangat dicintainya yaitu Prabu Baladewa, kakaknya. Maka jika Antareja tidak dibunuh sebelum perang baratayuda, Kakaknyalah yang akan gugur di medan perang. Dan benarlah Antareja mati sebelum perang Barayuda meletus, karena tipu daya Prabu Kresna untuk menjilat jejak kakinya sendiri.
Antareja meninggalkan satu isteri yang bernama Dewi Ganggi, anak Ganggapranawa. raja ular dari negeri Tawingnarmada dan satu anak laki-laki yang diberi nama Jayasena.
Sumber : http://wayangprabu.com/ galeri-wayang/ tokoh-mahabarata/wayang-a/ antareja/
=== = = = = = = =
ANTAREJA, terkadang disebut Anantaraja, anak sulung Bima dengan Dewi Nagagini, dulu, oleh sebagian dalang - terutama yang menganut gagrak Surakarta - dianggap sama atau identik dengan Antasena. Tetapi oleh sebagian dalang yang lain, yaitu gagrak Yogyakarta, dianggap berbeda. Pendapat yang kedua menganggap Antareja adalah kakak Antasena.
Sementara itu menurut Pustakaraja, Antareja adalah nama Antasena setelah dewasa. Jadi, seperti halnya panggilan Bratasena ketika Bima masih muda. Tetapi Purwacarita dan Purwakanda, jelas-jelas menyebutkan bahwa Antareja adalah anak sulung Bima, sedangkan Antasena adalah anak bungsunya. Pedalangan gagrak Yogyakarta memang banyak menganut Kitab Purwakanda. Antareja tidak tinggal bersama ayahnya, melainkan tetap di Kahyangan Saptapratala bersama kakeknya, Hyang Antaboga, dan ibunya. Kesaktian Antareja luar biasa. Semburan ludahnya yang mengandung bisa, akan mematikan siapa saja yang terkena. Bahkan tanah bekas telapak kaki orang yang dijilatnya pun akan menyebabkan si empunya tapak akan meninggal seketika. Antareja bahkan juga dapat menghidupkan orang mati, jika garis ajalnya belum sampai. Kemampuan menghidupkan orang mati sebelum ajalnya ini disebabkan karena Antareja memiliki air suci Tirta Amerta, hadiah dari kakeknya. Dalam lakon Sembadra Larung, ia menghidupkan kembali Wara Subadra yang telah mati dibunuh Burisrawa.
Ketika masih bayi Antareja pernah diadu melawan raja Jangkarbumi bernama Prabu Nagabaginda. Sebelum bertarung, Antareja lebih dulu dikulum oleh kakeknya sehingga tubuhnya basah oleh air liur Sang Hyang Antaboga. Dengan begitu tubuh Antareja menjadi licin dan kebal. Dalam pertarungan ini Antareja menang, sehingga Kerajaan Jangkarbumi menjadi miliknya. Walaupun demikian, hampir sepanjang hidupnya ia tinggal bernama kakeknya di Kahyangan Saptapertala. Karena kesaktiannya, yang tak tertandingi oleh siapa pun itu, para dewa bingung. Dalam perang besar yang disebut Baratayuda, Antareja tentu akan mengacaukan suratan rencana para dewa yang tertulis pada Kitab Jiptasara. Anak sulung Bima itu tentu akan dapat membunuh siapa saja. Padahal menurut Kitab Jiptasara, yakni buku yang berisi suratan nasib setiap orang yang ikut dalam Baratayuda, Antareja akan berhadapan dengan Prabu Baladewa. Karena itu Prabu Kresna yang berhasil mempelajari isi Kitab Jiptasara, berusaha mencari jalan keluarnya.
Prabu Kresna berpendapat, bagaimana pun Antareja tentu akan muncul dalam Baratayuda karena ia tentu merasa berkewajiban membela keluarga besar Pandawa. Satu-satunya cara untuk mencegah keikutsertaan Antareja dalam perang besar itu, menjelang Baratayuda Antareja harus sudah mati. Untuk menyelamatkan abangnya, Prabu Kresna dengan tipu muslihat secara tidak langsung membunuh Antareja. Kresna menanyakan kepada anak sulung Bima itu apakah ia mau berkorban jiwa demi kejayaan para Pandawa. Antareja berkata sanggup. Kresna lalu menyuruhnya menjilat telapak kaki sendiri.
Istri Antareja bernama Dewi Ganggi, putri Prabu Ganggapranawa, raja ular dari negeri Tawingnarmada. Dari perkawinan ini mereka mendapat seorang anak bernama Arya Danurwenda. Kelak Danurwenda menjadi salah seorang patih di Astina, pada zaman pemerintahan Parikesit. Sementara itu, ada dalang yang menyebutkan bahwa istri Antareja adalah Dewi Sridantari, adik Prabu Sridenta, raja Jumapala.
Pada Wayang Parwa Bali, Antareja mempunyai nama alias Windusegara. Tokoh Antareja tidak terdapat dalam Kitab Mahabarata. Dalam pewayangan, tokoh-tokoh yang tidak terdapat dalam Mahabarata, yaitu tokoh ciptaan pujangga Indonesia sendiri, semuanya 'dimatikan' menjelang berlangsungnya Baratayuda. Karena jika tidak demikian, alur cerita Baratayuda menjadi kacau. Selain Antareja, tokoh yang harus mati sebelum Baratayuda, adalah Antasena dan Wisanggeni.
Nama Antareja artinya yang memiliki kekuasaan atau kesaktian yang tidak terbatas. Karena kata 'an' atau 'a' artinya 'tidak'; kata 'anta' artinya 'batas'; kata 'reja' artinya 'kuasa, kekuasaan, atau kesaktian'.
Dalam seni kriya Wayang Kulit Purwa gagrak Surakarta, Antareja dilukiskan dalam dua wanda, yakni wanda Jaka dan Guntur. Wanda Jaka untuk adegan rembagan, sedangkan wanda Guntur untuk adegan perang. Sedangkan pada Wayang Kulit Purwa gagrak Yogyakarta terdapat empat wanda, yakni wanda Jaka, Indu, Wisuna dan Naga. Walaupun demikian, sosok peraga wayang Antareja di berbagai daerah digambarkan dalam bentuk yang cukup banyak perbedaannya, baik bentuk maupun sunggingannya.
Di Jawa Timur, pada seni kriyanya, wayang Antareja ditampilkan dua macam, yaitu Antareja dalam keadaan biasa, dan yang dalam keadaan marah atau sedang triwikrama. Antareja yang biasa, hampir serupa dengan wayang gagrak Surakarta. Tetapi yang sedang marah, raut wayahnya menyerupai moncong naga, lengkap dengan lidahnya yang bercabang. Bentuk wayang Antareja serupa ini khas Jawa Timur. Selain pada Wayang Purwa, dalam Wayang Gedog juga ada tokoh bernama Antareja, yaitu salah seorang cucu Prabu Amiluhur, raja Jenggala, dari salah seorang selir. Antareja Wayang Gedog adalah putra ketiga Wasi Curiganata. Curiganata yang ini pun, bukan Curiganata yang juga ada pada Wayang Purwa.
Lakon-lakon yang melibatkan Antareja:
• Antareja Lahir
• Sembadra Larung
• Antareja Krama
• Irawan Maling
• Jangkar Bumi
• Wisanggeni Krama
• Prabu Sumilih (Gatotkaca Nagih Janji)
Sumber : http:// blvckshadow.blogspot.com/ 2010/03/antareja.html
Antareja berkedudukan di kasatriyan Randuwatang atau Jangkarbumi.Saat kelahiran Antareja,Kahyangan Suralaya saat itu sedang mendapat serangan dari raja Negara Jangkarbumi, yaitu Prabu Nagabaginda yang ingin meminta Dewi Supreti istri Sanghyang Antaboga untuk dijadikan permaisurinya. Batara Antaboga kemudian membawa cucunya yang masih bayi itu itu untuk dihadapkan dengan Prabu Nagabaginda.
Sebelum diadu, bayi Antareja dilumuri air liur Antaboga sehingga menjadi kebal terhadap semua senjata. Bayi Antareja tidak mati melainkan semakin bertambah dewasa jika terkena senjata. Akhirnya, raja Jangkarbumi bisa dimusnahkan oleh Antareja, dan negeri Jangkarbumi diserahkan kepadanya.
Antareja memiliki Ajian Upasanta pemberian Hyang Anantaboga. Air liurnya bisa membinasakan lawannya dalam waktu sekejap. Kulitnya bersisik Napakawaca yang mampu menahan serangan senjata. Antareja juga memiliki cincin Mustikabumi pemberian Dewi Nagagini, ibunya, yang bisa digunakan untuk menghidupkan orang yang mati di luar takdir.Ia juga bisa hidup dan berjalan di dalam tanah (amblas bumi).
Dalam lakon Subadra Larung, cincin itu diperlihatkan kepada Ayahnya Arya Werkudara,sehingga bima mengakuinya sebagai anak. Saat itu, Antareja terkejut melihat perahu mayat wanita yang tak lain adalah Wara Subadra istri Janaka (Arjuna). Antareja kemudian menghidupkan kembali Subadra yang dibunuh Burisrawa secara tidak sengaja dengan cincin Mustikabumi.
Gatotkaca yang mendapat tugas mengawasi jenazah bibinya, menjadi curiga dan menuduh Antareja yang membunuh Wara Subadra. Perkelahian antara keduanya tidak bisa dihindarkan, tetapi segera dicegah Sri Kresna dan memberitahu keduanya bahwa mereka masih bersaudara. Sementara Subadra sendiri juga mengaku bahwa yang membunuh dirinya adalah satriya Madyapura Raden Burusrawa, putera Prabu Salya raja Mandaraka.
Antareja menikah dengan Dewi Ganggi, puteri Prabu Ganggapranawa raja ular di kerajaan Tawingnarmada. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai seorang putera yang diberi nama Arya Danurwenda yang diangkat menjadi patih luar Negara Yawastina Prabu Parikesit.
Akhir riwayatnya, Antareja menjadi tumbal kemenangan Pandawa dalam perang Bharatayudha. Kurawa tidak rela mengorbankan salah satu keluarganya, melainkan membunuh Ijrada, Traka dan Sarka, sedangkan di pihak Pandawa, Antareja dan Wisanggeni rela mengorbankan diri untuk kemenangan Pandawa. Antareja menjilat telapak kakinya sendiri dan mendapat anugerah menempati sorgaloka tingkat Sembilan milik Sri Kresna.
Sumber : http://
===========
Raden Antareja atau Anantareja, juga mempunyai sebutan lain yaitu Nagabaginda dan Rupatala. Ia adalah anak Bimasena buah perkawinannya dengan Dewi Nagagini putri cantik anak Sang Hyang Antaboga, dewa penguasa Kahyangan Sapta Pertala. Letak kahyangan ini di dasar bumi lapisan ketujuh. Oleh karenanya dinamakan Kahyangan Sapta Pertala yang artinya Sapta = tujuh dan Pertala = bumi atau tanah.Antareja tinggal di kasatriyan Jangkarbumi. Ia adalah sosok pemuda tampan tetapi badannya memiliki sisik seperti ular. Hal tersebut dikarenakan Hyang Antaboga ayah dari Antareja merupakan Dewanya ular, yang mempunyai dua wujud, yaitu kadang berujud Dewa dan kadang berujud ular naga yang menakutkan. Untuk wujud yang kedua ini terutama jika Antaboga sedang marah.Antareja terkenal sangat sakti. Ia memilki pusaka andalan yang berupa upas atau bisa mematikan. Musuh yang terkena semburan upas atau bisa pasti mati. Bahkan Antareja dapat mencelakai atau membunuh musuh dari jarak jauh, hanya dengan menjilat bekas jejak telapak kaki musuh.
Dengan kesaktian seperti itu, Antareja ditakuti lawan dan disegani kawan. Namun sayang, karena kesaktiannya Antareja terpaksa disingkirkan sebelum perang Baratayuda. Tragis memang kisah ini, Antareja sengaja disingkirkan bukan oleh musuhnya tetapi oleh Prabu Kresna yang menjadi botoh perang Baratayuda, yang seharusnya membotohi para Pandawa dan anak-anak Pandawa, termasuk Antareja.
Mengapa Kresna sampai hati membunuh Antareja yang masih keponakannya sendiri? Karena Kresna tahu isi kitab Jitabsara, yaitu kitab yang berisi skenario perang Baratayuda, bahwa pada perang Baratayuda Antareja diangkat menjadi senopati perang barisan Pandawa untuk menandingi Prabu Baladewa senopati perang barisan Kurawa. Jika perang tanding antara Antareja dan Prabu Baladewa benar-benar terjadi, dapat dipastikan bahwa Prabu Baladewa akan kalah dan gugur. Kresna sangat takut kehilangan orang yang sangat dicintainya yaitu Prabu Baladewa, kakaknya. Maka jika Antareja tidak dibunuh sebelum perang baratayuda, Kakaknyalah yang akan gugur di medan perang. Dan benarlah Antareja mati sebelum perang Barayuda meletus, karena tipu daya Prabu Kresna untuk menjilat jejak kakinya sendiri.
Antareja meninggalkan satu isteri yang bernama Dewi Ganggi, anak Ganggapranawa. raja ular dari negeri Tawingnarmada dan satu anak laki-laki yang diberi nama Jayasena.
Sumber : http://wayangprabu.com/
=== = = = = = = =
ANTAREJA, terkadang disebut Anantaraja, anak sulung Bima dengan Dewi Nagagini, dulu, oleh sebagian dalang - terutama yang menganut gagrak Surakarta - dianggap sama atau identik dengan Antasena. Tetapi oleh sebagian dalang yang lain, yaitu gagrak Yogyakarta, dianggap berbeda. Pendapat yang kedua menganggap Antareja adalah kakak Antasena.
Sementara itu menurut Pustakaraja, Antareja adalah nama Antasena setelah dewasa. Jadi, seperti halnya panggilan Bratasena ketika Bima masih muda. Tetapi Purwacarita dan Purwakanda, jelas-jelas menyebutkan bahwa Antareja adalah anak sulung Bima, sedangkan Antasena adalah anak bungsunya. Pedalangan gagrak Yogyakarta memang banyak menganut Kitab Purwakanda. Antareja tidak tinggal bersama ayahnya, melainkan tetap di Kahyangan Saptapratala bersama kakeknya, Hyang Antaboga, dan ibunya. Kesaktian Antareja luar biasa. Semburan ludahnya yang mengandung bisa, akan mematikan siapa saja yang terkena. Bahkan tanah bekas telapak kaki orang yang dijilatnya pun akan menyebabkan si empunya tapak akan meninggal seketika. Antareja bahkan juga dapat menghidupkan orang mati, jika garis ajalnya belum sampai. Kemampuan menghidupkan orang mati sebelum ajalnya ini disebabkan karena Antareja memiliki air suci Tirta Amerta, hadiah dari kakeknya. Dalam lakon Sembadra Larung, ia menghidupkan kembali Wara Subadra yang telah mati dibunuh Burisrawa.
Ketika masih bayi Antareja pernah diadu melawan raja Jangkarbumi bernama Prabu Nagabaginda. Sebelum bertarung, Antareja lebih dulu dikulum oleh kakeknya sehingga tubuhnya basah oleh air liur Sang Hyang Antaboga. Dengan begitu tubuh Antareja menjadi licin dan kebal. Dalam pertarungan ini Antareja menang, sehingga Kerajaan Jangkarbumi menjadi miliknya. Walaupun demikian, hampir sepanjang hidupnya ia tinggal bernama kakeknya di Kahyangan Saptapertala. Karena kesaktiannya, yang tak tertandingi oleh siapa pun itu, para dewa bingung. Dalam perang besar yang disebut Baratayuda, Antareja tentu akan mengacaukan suratan rencana para dewa yang tertulis pada Kitab Jiptasara. Anak sulung Bima itu tentu akan dapat membunuh siapa saja. Padahal menurut Kitab Jiptasara, yakni buku yang berisi suratan nasib setiap orang yang ikut dalam Baratayuda, Antareja akan berhadapan dengan Prabu Baladewa. Karena itu Prabu Kresna yang berhasil mempelajari isi Kitab Jiptasara, berusaha mencari jalan keluarnya.
Prabu Kresna berpendapat, bagaimana pun Antareja tentu akan muncul dalam Baratayuda karena ia tentu merasa berkewajiban membela keluarga besar Pandawa. Satu-satunya cara untuk mencegah keikutsertaan Antareja dalam perang besar itu, menjelang Baratayuda Antareja harus sudah mati. Untuk menyelamatkan abangnya, Prabu Kresna dengan tipu muslihat secara tidak langsung membunuh Antareja. Kresna menanyakan kepada anak sulung Bima itu apakah ia mau berkorban jiwa demi kejayaan para Pandawa. Antareja berkata sanggup. Kresna lalu menyuruhnya menjilat telapak kaki sendiri.
Istri Antareja bernama Dewi Ganggi, putri Prabu Ganggapranawa, raja ular dari negeri Tawingnarmada. Dari perkawinan ini mereka mendapat seorang anak bernama Arya Danurwenda. Kelak Danurwenda menjadi salah seorang patih di Astina, pada zaman pemerintahan Parikesit. Sementara itu, ada dalang yang menyebutkan bahwa istri Antareja adalah Dewi Sridantari, adik Prabu Sridenta, raja Jumapala.
Pada Wayang Parwa Bali, Antareja mempunyai nama alias Windusegara. Tokoh Antareja tidak terdapat dalam Kitab Mahabarata. Dalam pewayangan, tokoh-tokoh yang tidak terdapat dalam Mahabarata, yaitu tokoh ciptaan pujangga Indonesia sendiri, semuanya 'dimatikan' menjelang berlangsungnya Baratayuda. Karena jika tidak demikian, alur cerita Baratayuda menjadi kacau. Selain Antareja, tokoh yang harus mati sebelum Baratayuda, adalah Antasena dan Wisanggeni.
Nama Antareja artinya yang memiliki kekuasaan atau kesaktian yang tidak terbatas. Karena kata 'an' atau 'a' artinya 'tidak'; kata 'anta' artinya 'batas'; kata 'reja' artinya 'kuasa, kekuasaan, atau kesaktian'.
Dalam seni kriya Wayang Kulit Purwa gagrak Surakarta, Antareja dilukiskan dalam dua wanda, yakni wanda Jaka dan Guntur. Wanda Jaka untuk adegan rembagan, sedangkan wanda Guntur untuk adegan perang. Sedangkan pada Wayang Kulit Purwa gagrak Yogyakarta terdapat empat wanda, yakni wanda Jaka, Indu, Wisuna dan Naga. Walaupun demikian, sosok peraga wayang Antareja di berbagai daerah digambarkan dalam bentuk yang cukup banyak perbedaannya, baik bentuk maupun sunggingannya.
Di Jawa Timur, pada seni kriyanya, wayang Antareja ditampilkan dua macam, yaitu Antareja dalam keadaan biasa, dan yang dalam keadaan marah atau sedang triwikrama. Antareja yang biasa, hampir serupa dengan wayang gagrak Surakarta. Tetapi yang sedang marah, raut wayahnya menyerupai moncong naga, lengkap dengan lidahnya yang bercabang. Bentuk wayang Antareja serupa ini khas Jawa Timur. Selain pada Wayang Purwa, dalam Wayang Gedog juga ada tokoh bernama Antareja, yaitu salah seorang cucu Prabu Amiluhur, raja Jenggala, dari salah seorang selir. Antareja Wayang Gedog adalah putra ketiga Wasi Curiganata. Curiganata yang ini pun, bukan Curiganata yang juga ada pada Wayang Purwa.
Lakon-lakon yang melibatkan Antareja:
• Antareja Lahir
• Sembadra Larung
• Antareja Krama
• Irawan Maling
• Jangkar Bumi
• Wisanggeni Krama
• Prabu Sumilih (Gatotkaca Nagih Janji)
Sumber : http://
Gabung di FP kami yuk : http://facebook.com/caritawayang
0 comments:
Post a Comment