Pada suatu hari, Rama dan Lesmana datang pertapaan Bagawan Yogiswara. Dipertapaan tersebut ternyata telah menunggu banyak pendeta dan catrik-catrik dari berbagai pertapaan. Setelah dipersilahkan duduk berkatalah Bagawan Yogiswara kepada Rama, “ O, anakku, Prabu Lokapala sendiri dahulu tidak sesakti sepertimu. Anakku yang menjadi pelindung jagad, rahmat bagi manusia yang hidup sekrang ini dengan adanya engkau. Engkau adalah ibarat Hyang Syiwa sendiri yang turun dibumi. Ketahuilah olehmu, anakku, bahwa sekarang ini di negeri Mantili ada sayembara.
Prabu Janaka adalah Raja di Kerajaan Mantili. memiliki seorang putri sangat cantik bernama Dewi Sinta.
Sang Prabu sekrang ini sedang berusaha mencarikan jodoh yang tepat bagi putrinya, Dewi Sinta tidak mau dibeli dengan RajaBrana atau harta benda.
Sudah banyak raja-raja dan satria yang datang meminangnya. Sang putri menyatakan hanya bersedia diperistri oleh seseirang yang mampu menarik gendewa wasiat sangat besar dan sangat berat miliknya yang dahulu diperoleh dari Hyang Girinata.
Barang siapa yang kuat menarik gendewa raksasa tersebut tidak peduli derajat dan asalnya, walaupun ia berasal dari kaum sudra yang miskin pun akan dapat memperistrinya.
Sudah banyak dan satria yang mencobanya tetapi semuanya gagal, hanya engkau, anakku, yang akan mampu memenuhi sayembara sang putri tersebut. Putri Mantili itu sudah pasti jodohmu.”.
Setelah berhenti sejejnak Bagawan Yogiswara berkata, “ anakku, putri dari Prabu Janaka tersebut tiada tandingannya dibumi ini. Seluruh bidadari dikayangan pun kalah cantik olehnya. Mukanya yang elok bersinar indah. Keculai itu ketahuilah olehmu anakku, bahwa engkau pada suatu ketika harus memusnakan raja kera yang sangat sakti bernama Prabu Subali. Walaupun Prabu Subali itu sanggup menjebol gunung ia tidak akan mampu melawanmu. Nah , berangkatlah sekarang juga anakku ke negeri Mantili. Kami para pendeta disini merestuimu dan akan bersembahyang untukmu. Semua puja semedi kami adalah untukmu.”
Rama dan Lesmana melakukan sembah dan segera meminta diri meninggalkan pertapaan menuju negeri Mantili. Sepenjang perjalanan rakyat mengelu-elukannya.
Tumbuh-tumbuhan dan bunga-bunga dikiri-kanan jalan pun seolah-plah tersenyum gembira ikut mengelu-elukannya. Binatang-binatang hutan yang dijumpai oleh mereka seolah-olah berhenti sejenak memberi ucapan selamat jalan. Pertanda bahwa kedua satria tersebut benar-benar memerintah buana. Rama terutama adalah penitisan Batara Wisnu Sejati.
Keduanya memasuki kerajaan Mantili pada pagi hari. Pada wakti itu Prabu Janaka dan putrinya Dewi Sinta sudah berada di pagelaran, keduanya tidak terpisah dari gendewa wasiat.
Disitu sudah berkumpul banyak raja, satria, bupati yang ingin memasuki sayembara, juga pegawai kerajaan Mantili sendiri.
Pendopo istana yang besar itu sudah dari jauh seperti gunung emas saja yang mengeluarkan sinar indah gemerlapan oleh pakaian keemasan dari yang hadir.
Waktu Rama dan Lesama memasuki pagelaran terjadilah hiruk pikuk. Semua yang hadir memberi jalan kepada kedua satria Ayodya itu dengan penuh keagungan. Mereka menyangka Batara Kamajaya dan Batara Asmara yang datang menyaksikan jalannya sayembara. Akhirnya kedua satria itu lantas dikerumuni orang banyak.
Pada waktu itu sayembara telah dimulai. Banyak raja, satria dan bupati yang mencoba menarik gendewa raksasa, tetapi tak seorang pun yang mampu melakukannya.
Rama dan Lesmana sabar menunggu sampai orang yang terakhir melakukannya. Tetapi juga orang yang terakhir itu gagal.
Rama maju kedepan dan mendaftarkan diri. Ia mengaku satria dari gunung. Tidak banyak pertanyaan lagi, Rama segera diberi kesempatan untuk menarik gendewa rakasasa yang tersedia tersebut. Seluruh yang hadir termasuk Prabu Janaka dan Dewi Sinta sendiri memperhatikanya dengan seksama.
Dengan langkah-langkah dan tindak-tinduk yang sopan Rama segera menerima gendewa dan ditariknya dengan sangat mudah, malahan menimbulkan suara bergerit.
Semua yang hadir tertegun, kemudian seperti ada yang memerintahkan bertepuk tangan dan bersorak-sorai bergemuruh. Rama dinyatakan menang.
Rama dan Lesmana kemudian dipanggil oleh Prabu Janaka dan ditanyai mengenai asalnya. Rama dan Lesmana melakukan sembah, kemudian menjelaskan terus-terang bahwa mereka berdua adalah putra Prabu Dasarata di ayodya.
Mendengar ini sang prabu senang sekali. Ia mengatakan kepada Rama bahwa ia telah memenangkan sayembara dan bahwa sang prabu akan segera mengirim bupati caraka membuat suratnya ke Ayodya.
Rama dan Lesmana kemudian dipersilahkan beristirahat dipesanggrahan, sedang bupati utusan segera berangkat ke Ayodya membawa surat sang prabu.
Pada itu di ayodya Prabu Dasarata sedang duduk di pagelaran dihadap oleh para bupati. Tiba-tiba bupati caraka dari Mantilitiba, yang setelah melakukan sembah menyerahkan surat.
Isi surat adalah sebagai berikut :
“Surat ini dari kami Prabu Janaka raja negeri Mantili, ditujukan kepada Prabu Dasarata raja negeri Ayodaya. Bersama ini diberitahukan kepada sang Prabu bahwa di Mantili baru-baru ini telah diadakan sayembara, ialah barang siapa dapat menarik gendewa raksasa akan kami jodohkan dengan putri kami Dewi Sinta.
Ternyata dari sebegitu banyak raja-raja, satria-satria dan bupati-bupati yang mengikuti sayembara hanya putra paduka Raden Ramabadra yang berhasil memenangkan sayembara tersebut.
Sudah jelas menjadi kehendak dewalah bahwa putra paduka Raden Ramabadra menjadi suami anak kami Sinta.
Berhubung dengan itu besar harapan kami agar sang Prabu berkenang datang di Mantili untuk merestui dan mengadiri upacara “temu” dari kedua pengantin.”
Prabu Dasarata terkejut, tetapi kemudian memutuskan berangkat pada saat itu juga ke Mantili. Keputusan ini disampaikan kepada Dewi Sukasalya.
Keberangkatan Prabu Dasarata ke Mantili diiringi oleh sepasukan kehormatan yang naik gajah dan kuda, sedangkan untuk para putri disediakan joli.
Pada waktu itu di negeri Mantili sedang berlangsung kesibukan yang luar biasa, ialah persiapan upacara “temu” kedua pengantin, sementara menunggu kedatangan calon besan dari Ayodya.
Tidak berapa lama kemudian rombongan Prabu Dasarata tiba di luar kota. Mendengar ini Prabu Janaka memerlukan menjemput sendiri besan ke luar kota.
Setelah jumpa berhadapan, dengan ramahnya Prabu Janaka berkata kepada tamunya, “kakanda Prabu, gembira sekali hati paduka berkenan datang. Rasanya kami seperti kedatangan sang hyang Batara Endra saja.
Putra paduka Ramabadra itu bukan main. Ia telah berhasil memenangkan sayembara. Begitu banya raja-raja, satria-satria dam bupati-bupati yang bertubuh besar tinggi, tak seorang pun yang mampu menarik gendewa raksasa tersebut. Tetapi putra paduka Ramabadra dengan mudah menariknya.”
Mendengar sambutan ini Prabu Dasarata hanya tertawa gembira. Kedua raja itu segera berangkat memasuki kota dan langsung memasuki istana. Acara pertama hari ini adalah pesta makan bersama.
Setelah itu rombongan Prabu Dasarata dipersilahkan beristrirahat di pesanggrahan. Persiapan sekarang telah selesai, tepat pada waktu upacara “temu” tiba, dewa-dewa dan bidadari-bidadari pun banyak yang memerlukan hadir.
Istana Mantili dihias indah sekali, keuda pengantu berpakaian indah menarik. Setiap tamu yang hadir menjadi terpesona menyaksikan kedua penganti yang berparas sangat elok itu.
Waktu kedua pengantin itu dipersandingkan sepintas itu seperti Batara Kamajaya dan Dewi Kamaratih. Kedua pengantin kemudian melakukan sembah sungkem kepada kedua raja.
Para bidadari yang hadir merasa tidak puas-puasnya menyaksikan kecantikan Dewi Sinta, tidak ada dari mereka yang mampu menandinginya. Semua yang hadir tertegun menyaksikan paras pengantin pria yang sangat elok itu, sehingga banyak tamu-tamu putri yang lupa makan minum.
Keesokan harinya Prabu Dasarata menyampaikan maksudnya untuk melakukan upacara “ ngunduh mantu “, ialah memboyong kedua pengantin ke Ayodya dan merayakanya disana.
Prabu Janaka tentu saja tidak dapat berbuat lain kecuali dengan gembira mengabulkan permintaan tersebut. Tidak lama kemudian semua persiapan yang berkenaan dengan itu pun selesai.
Besoknya rombongan pengantin meninggalkan negeri Mantili menuju negeri Ayodya. Kota dan istana Mantili menjadi sunyi, seperti sebuah cincin yang kehilangan permatanya. Ibarat negeri Mantili adalah sebuah cincin , Dewi Sinta adalah permatanya.
Iring-iringan kali ini lebih panjang dan lebih indah. Pakaian prajurit-prajurit pengawal gemerlapan beraneka warna. Disamping kendaraan gajah dan kuda juga terdapat kereta kencana.
Paling depan berjalan pasukan berjalan kaki. Baru diikuti oleh pasukan-pasukan yang naik gajah dan kuda. Menyambung dibelakangnya kereta kencana dimana didalamnya duduk Prabu Dasarata yang tidak dapat berpisah dari menantunya. Baru dibelakang menyambung pasukan berkuda lagi
Waktu iring-iringan pengantin itu memasuki hutan lebat, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh munculnya seorang pendeta bertubuh besar,tinggi, berkumis dan berjenggot, berparas ganteng gagah perkasa dan menjinjing sebuah gendewa raksasa
Pendeta itu tiada lain adalah Rama Parasu atau Rama bargawa putra Bagawan Jamadagni yang dahulu membunuh Prabu Arjuna Sasrabahu. Pendeta itu menghadang dan menantang.
Prabu Janaka adalah Raja di Kerajaan Mantili. memiliki seorang putri sangat cantik bernama Dewi Sinta.
Sang Prabu sekrang ini sedang berusaha mencarikan jodoh yang tepat bagi putrinya, Dewi Sinta tidak mau dibeli dengan RajaBrana atau harta benda.
Sudah banyak raja-raja dan satria yang datang meminangnya. Sang putri menyatakan hanya bersedia diperistri oleh seseirang yang mampu menarik gendewa wasiat sangat besar dan sangat berat miliknya yang dahulu diperoleh dari Hyang Girinata.
Barang siapa yang kuat menarik gendewa raksasa tersebut tidak peduli derajat dan asalnya, walaupun ia berasal dari kaum sudra yang miskin pun akan dapat memperistrinya.
Sudah banyak dan satria yang mencobanya tetapi semuanya gagal, hanya engkau, anakku, yang akan mampu memenuhi sayembara sang putri tersebut. Putri Mantili itu sudah pasti jodohmu.”.
Setelah berhenti sejejnak Bagawan Yogiswara berkata, “ anakku, putri dari Prabu Janaka tersebut tiada tandingannya dibumi ini. Seluruh bidadari dikayangan pun kalah cantik olehnya. Mukanya yang elok bersinar indah. Keculai itu ketahuilah olehmu anakku, bahwa engkau pada suatu ketika harus memusnakan raja kera yang sangat sakti bernama Prabu Subali. Walaupun Prabu Subali itu sanggup menjebol gunung ia tidak akan mampu melawanmu. Nah , berangkatlah sekarang juga anakku ke negeri Mantili. Kami para pendeta disini merestuimu dan akan bersembahyang untukmu. Semua puja semedi kami adalah untukmu.”
Rama dan Lesmana melakukan sembah dan segera meminta diri meninggalkan pertapaan menuju negeri Mantili. Sepenjang perjalanan rakyat mengelu-elukannya.
Tumbuh-tumbuhan dan bunga-bunga dikiri-kanan jalan pun seolah-plah tersenyum gembira ikut mengelu-elukannya. Binatang-binatang hutan yang dijumpai oleh mereka seolah-olah berhenti sejenak memberi ucapan selamat jalan. Pertanda bahwa kedua satria tersebut benar-benar memerintah buana. Rama terutama adalah penitisan Batara Wisnu Sejati.
Keduanya memasuki kerajaan Mantili pada pagi hari. Pada wakti itu Prabu Janaka dan putrinya Dewi Sinta sudah berada di pagelaran, keduanya tidak terpisah dari gendewa wasiat.
Disitu sudah berkumpul banyak raja, satria, bupati yang ingin memasuki sayembara, juga pegawai kerajaan Mantili sendiri.
Pendopo istana yang besar itu sudah dari jauh seperti gunung emas saja yang mengeluarkan sinar indah gemerlapan oleh pakaian keemasan dari yang hadir.
Waktu Rama dan Lesama memasuki pagelaran terjadilah hiruk pikuk. Semua yang hadir memberi jalan kepada kedua satria Ayodya itu dengan penuh keagungan. Mereka menyangka Batara Kamajaya dan Batara Asmara yang datang menyaksikan jalannya sayembara. Akhirnya kedua satria itu lantas dikerumuni orang banyak.
Pada waktu itu sayembara telah dimulai. Banyak raja, satria dan bupati yang mencoba menarik gendewa raksasa, tetapi tak seorang pun yang mampu melakukannya.
Rama dan Lesmana sabar menunggu sampai orang yang terakhir melakukannya. Tetapi juga orang yang terakhir itu gagal.
Rama maju kedepan dan mendaftarkan diri. Ia mengaku satria dari gunung. Tidak banyak pertanyaan lagi, Rama segera diberi kesempatan untuk menarik gendewa rakasasa yang tersedia tersebut. Seluruh yang hadir termasuk Prabu Janaka dan Dewi Sinta sendiri memperhatikanya dengan seksama.
Dengan langkah-langkah dan tindak-tinduk yang sopan Rama segera menerima gendewa dan ditariknya dengan sangat mudah, malahan menimbulkan suara bergerit.
Semua yang hadir tertegun, kemudian seperti ada yang memerintahkan bertepuk tangan dan bersorak-sorai bergemuruh. Rama dinyatakan menang.
Rama dan Lesmana kemudian dipanggil oleh Prabu Janaka dan ditanyai mengenai asalnya. Rama dan Lesmana melakukan sembah, kemudian menjelaskan terus-terang bahwa mereka berdua adalah putra Prabu Dasarata di ayodya.
Mendengar ini sang prabu senang sekali. Ia mengatakan kepada Rama bahwa ia telah memenangkan sayembara dan bahwa sang prabu akan segera mengirim bupati caraka membuat suratnya ke Ayodya.
Rama dan Lesmana kemudian dipersilahkan beristirahat dipesanggrahan, sedang bupati utusan segera berangkat ke Ayodya membawa surat sang prabu.
Pada itu di ayodya Prabu Dasarata sedang duduk di pagelaran dihadap oleh para bupati. Tiba-tiba bupati caraka dari Mantilitiba, yang setelah melakukan sembah menyerahkan surat.
Isi surat adalah sebagai berikut :
“Surat ini dari kami Prabu Janaka raja negeri Mantili, ditujukan kepada Prabu Dasarata raja negeri Ayodaya. Bersama ini diberitahukan kepada sang Prabu bahwa di Mantili baru-baru ini telah diadakan sayembara, ialah barang siapa dapat menarik gendewa raksasa akan kami jodohkan dengan putri kami Dewi Sinta.
Ternyata dari sebegitu banyak raja-raja, satria-satria dan bupati-bupati yang mengikuti sayembara hanya putra paduka Raden Ramabadra yang berhasil memenangkan sayembara tersebut.
Sudah jelas menjadi kehendak dewalah bahwa putra paduka Raden Ramabadra menjadi suami anak kami Sinta.
Berhubung dengan itu besar harapan kami agar sang Prabu berkenang datang di Mantili untuk merestui dan mengadiri upacara “temu” dari kedua pengantin.”
Prabu Dasarata terkejut, tetapi kemudian memutuskan berangkat pada saat itu juga ke Mantili. Keputusan ini disampaikan kepada Dewi Sukasalya.
Keberangkatan Prabu Dasarata ke Mantili diiringi oleh sepasukan kehormatan yang naik gajah dan kuda, sedangkan untuk para putri disediakan joli.
Pada waktu itu di negeri Mantili sedang berlangsung kesibukan yang luar biasa, ialah persiapan upacara “temu” kedua pengantin, sementara menunggu kedatangan calon besan dari Ayodya.
Tidak berapa lama kemudian rombongan Prabu Dasarata tiba di luar kota. Mendengar ini Prabu Janaka memerlukan menjemput sendiri besan ke luar kota.
Setelah jumpa berhadapan, dengan ramahnya Prabu Janaka berkata kepada tamunya, “kakanda Prabu, gembira sekali hati paduka berkenan datang. Rasanya kami seperti kedatangan sang hyang Batara Endra saja.
Putra paduka Ramabadra itu bukan main. Ia telah berhasil memenangkan sayembara. Begitu banya raja-raja, satria-satria dam bupati-bupati yang bertubuh besar tinggi, tak seorang pun yang mampu menarik gendewa raksasa tersebut. Tetapi putra paduka Ramabadra dengan mudah menariknya.”
Mendengar sambutan ini Prabu Dasarata hanya tertawa gembira. Kedua raja itu segera berangkat memasuki kota dan langsung memasuki istana. Acara pertama hari ini adalah pesta makan bersama.
Setelah itu rombongan Prabu Dasarata dipersilahkan beristrirahat di pesanggrahan. Persiapan sekarang telah selesai, tepat pada waktu upacara “temu” tiba, dewa-dewa dan bidadari-bidadari pun banyak yang memerlukan hadir.
Istana Mantili dihias indah sekali, keuda pengantu berpakaian indah menarik. Setiap tamu yang hadir menjadi terpesona menyaksikan kedua penganti yang berparas sangat elok itu.
Waktu kedua pengantin itu dipersandingkan sepintas itu seperti Batara Kamajaya dan Dewi Kamaratih. Kedua pengantin kemudian melakukan sembah sungkem kepada kedua raja.
Para bidadari yang hadir merasa tidak puas-puasnya menyaksikan kecantikan Dewi Sinta, tidak ada dari mereka yang mampu menandinginya. Semua yang hadir tertegun menyaksikan paras pengantin pria yang sangat elok itu, sehingga banyak tamu-tamu putri yang lupa makan minum.
Keesokan harinya Prabu Dasarata menyampaikan maksudnya untuk melakukan upacara “ ngunduh mantu “, ialah memboyong kedua pengantin ke Ayodya dan merayakanya disana.
Prabu Janaka tentu saja tidak dapat berbuat lain kecuali dengan gembira mengabulkan permintaan tersebut. Tidak lama kemudian semua persiapan yang berkenaan dengan itu pun selesai.
Besoknya rombongan pengantin meninggalkan negeri Mantili menuju negeri Ayodya. Kota dan istana Mantili menjadi sunyi, seperti sebuah cincin yang kehilangan permatanya. Ibarat negeri Mantili adalah sebuah cincin , Dewi Sinta adalah permatanya.
Iring-iringan kali ini lebih panjang dan lebih indah. Pakaian prajurit-prajurit pengawal gemerlapan beraneka warna. Disamping kendaraan gajah dan kuda juga terdapat kereta kencana.
Paling depan berjalan pasukan berjalan kaki. Baru diikuti oleh pasukan-pasukan yang naik gajah dan kuda. Menyambung dibelakangnya kereta kencana dimana didalamnya duduk Prabu Dasarata yang tidak dapat berpisah dari menantunya. Baru dibelakang menyambung pasukan berkuda lagi
Waktu iring-iringan pengantin itu memasuki hutan lebat, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh munculnya seorang pendeta bertubuh besar,tinggi, berkumis dan berjenggot, berparas ganteng gagah perkasa dan menjinjing sebuah gendewa raksasa
Pendeta itu tiada lain adalah Rama Parasu atau Rama bargawa putra Bagawan Jamadagni yang dahulu membunuh Prabu Arjuna Sasrabahu. Pendeta itu menghadang dan menantang.
Gabung di FP kami yuk : http://facebook.com/caritawayang
0 comments:
Post a Comment