Naga Aryaka mendengarkan cerita Bima dengan seksama. Ada ungkapan syukur dari Naga Aryaka bahwasannya Bima akhirnya lolos dari ancaman pembunuhan yang dilakukan oleh Patih Sengkuni dan Duryudana. Sebagai tanda rasa syukur itu Naga Aryaka memberi anugerah kepada Bima berujud minum Tirta Rasakundha. Setelah meminum Tirta Rasakundha, Bima tidak merasakan bahwa dirinya berada di dalam air di dasar Bengawan Gangga. Tidak ada bedanya dengan di atas daratan, napasnya lancar, badan serta pakaiannya tidak basah. Naga Aryaka menghendaki agar beberapa hari Bima berada di dasar Bengawan Gangga untuk memperoleh ilmu darinya.
Dengan senang hati Bima memenuhi permintaan Naga Aryaka yang telah berperan dalam menyelamatkan dirinya. Berbagai ilmu tentang hidup di wejangkan kepada Bima. Setelah dianggap cukup, Naga Aryaka berpesan.
Bima, janganlah engkau membalas kejahatan saudara tuamu dengan kejahatan pula, karena hal tersebut tidak menyelesaikan masalah. Serahkan masalahmu kepada Sang Hyang Tunggal penguasa alam semesta. Serahkan kepada Dia perbuatan jahat Sengkuni dan Kurawa. Jika pun ada hukuman, birlah Dia yang menghukumnya. Bima berjanji akan mentaati nasihat Naga Aryaka, dan mohon diri meninggalkan Bengawan Gangga untuk kembali ke Panggombakan.
Sesampainya di Panggombakan, Bima disambut oleh paman Yamawidura, Ibunda Kunthi, Puntadewa serta adik-adiknya dengan sukacita. Karena beberapa pekan sejak diundang pesta di pesanggrahan alas Pramanakoti, Bima belum kembali. Kepada mereka diceritakannya apa yang dialami Bima dari awal sampai akhir. Sungguh mengharukan tetapi juga membahagiakan. Bima lolos dari maut, bahkan memperoleh ilmu dan Tirta Rasakundha dari Naga Aryaka.
Kabar kepulangan Bima di Panggombakan dalam keadaan segar bugar membuat Sengkuni, Duryudana dan warga Korawa kelimpungan. Mereka sudah terlanjur mengabarkan kepada Raja Destrarasta bahwa Bima jatuh tenggelam di kedung Bengawan Gangga sewaktu berpesta pora di Pesanggrahan Alas Pramanakoti. Karena lama tidak muncul Bima dianggap telah mati disantap naga-naga ganas penghuni kedung bengawan Gangga. Tetapi ternyata, Bima belum mati, ia menjadi semakin perkasa. Dengan mendapat kesaktian baru yang memungkinkan ia dapat hidup di dalam air seperti layaknya berada di atas daratan
Sengkuni! aku mendengar bahwa Bima kembali dalam keadaan selamat., benarkah itu?
Ampun Sang Prabu Destrarasta, apa yang paduka dengar benar adanya. Bima masih hidup. Untuk itu kami mohon ampun atas praduga hamba sebelumnya yang mengatakan bahwa Bima telah mati. Karena lebih dari sepekan warga Kurawa menunggu disekitar kedung bengawan Gangga, tempat Bima tenggelam, namun Bima tidak muncul. Kami beranggapan bahwa tidak ada seorang manusia yang dapat bertahan hidup di dalam air, selama berhari-hari. Jika ternyata ia masih hidup, hamba sendiri cukup heran, dengan ilmu sihir macam apa yang digunakan Bima.
Cukup Sengkuni! panggil Bima dan saudara-saudaranya, aku ingin mendengar kisahnya.
Baik Sang Prabu, perintah paduka segera aku laksanakan.
Dengan terbata-bata Sengkuni segera undur diri. Prabu Destarastra menarik napas panjang. Ia dapat merasakan kepatuhan Sengkuni dan juga Gendari isterinya adalah kepatuhan semu. Walaupun telah dibungkus dengan kata-kata manis, suasana yang damai menentramkan, toh kebusukan hatinya tercium juga. Jika dapat memilih ia lebih senang tidak menjadi raja di Hastinapura. Percuma saja ia memerintah. karena aturan, wewenang, keputusan dan kebijakan raja selalu diselewengkan demi kepentingan Isteri dan Patihnya.
Sengkuni gelisah, apa jadinya jika Bima berkisah tentang penganiayaan yang dilakukan warga Kurawa. Walaupun Sengkuni dan Gendari menganggap remeh Destrarastra karena kebutaan matanya, mereka miris juga kepada aji Lebur Sakethi yang dimiliki Destarastra. Namun kegelisahan Sengkuni tak berkepanjangan. Ia segera mendapat akal, untuk menghadapi cerita Bima. Yang penting menjaga agar Destarastra tidak marah.
Usaha membunuh para Pandawa yang dilakukan oleh Sangkuni, Gendari dan para Kurawa berkali-kali gagal. Namun berkali pula ia lolos dari tuduhan Sang Raja. Dan itu tidak membuat jera. Bahkan semakin terbakar hati mereka untuk segera menyingkirkan Pandawa.
Diilhami oleh sebuah peristiwa kebakaran, Sengkuni mendapat gagasan baru untuk menyingkirkan Pandawa. Ya dengan cara dibakar akan sulit dilacak penyebabnya. Gagasan tersebut disetujui oleh Gendari, Duryudana dan para Kurawa. Kemudian diteruskan kepada Purucana, seorang ahli membuat bangunan yang cepat dan indah. Maka mulailah dibangun sebuah bale di Waranawata, yang letaknya jauh dari kotaraja Hastinapura.
sumber: google.com
0 comments:
Post a Comment