ANOMAN, tokoh wayang terkenal dalam seri Ramayana, yang dalam Wayang Purwa juga sering muncul dalam kisah-kisah Mahabarata. Ia berujud kera berbulu putih. Ibunya adalah Dewi Anjani, sedangkan ayahnya Batara Guru. Pada saat Ramawijaya mengerahkan bala tentara kera menyerbu Kerajaan Alengka untuk membebaskan Dewi Sinta yang diculik Prabu Dasamuka, Anoman bertindak sebagai salah satu senapati.
Dalam pewayangan, kisah kelahiran Anoman diceritakan sebagai berikut:Ketika suatu saat Batara Guru sedang terbang melalang di atas Telaga Nirmala, ia menyaksikan seorang wanita muda sedang melakukan tapa kungkum. Melihat tubuh wanita muda itu, Dewi Anjani namanya, Batara Guru tidak dapat menahan birahinya dan jatuhlah kama benihnya, menimpa sehelai daun asam muda yang mengapung di permukaan telaga. Daun asam muda yang oleh orang Jawa disebut sinom itu hanyut terbawa arus dan akhirnya tertelan oleh Dewi Anjani. Seketika itu juga Dewi Anjani hamil. Karena merasa tidak pernah disentuh pria, segera Anjani menuntut Batara Guru untuk bertanggung jawab atas kehamilannya. Ternyata pemuka dewa itu tidak mengelakkan tanggung jawab. Ia mengakui bayi yang berada dalam kandungan Anjani sebagai anaknya, dan memerintahkan para bidadari menolong kelahirannya. Bayi itu kemudian diberi nama Anoman.
Kelahiran Anoman ditandai dengan gara-gara yang melanda dunia. Gunung-gunung meletus, badai dan air bah terjadi di mana-mana. Para dewa segera mengutus beberapa bidadari untuk menolong persalinan Dewi Anjani. Sesudah Anoman lahir, para bidadari membawa Dewi Anjani dan bayinya ke kahyangan. Atas perkenan para dewa, sesudah melahirkan anaknya wanita berwajah kera itu berubah ujud menjadi wanita cantik kembali. Selama sisa hidupnya ia pun diperkenankan hidup di kahyangan sebagai bidadari. Batara Guru memberi nama Anoman kepada bayi kera berbulu putih bersih Anoman dan memerintahkan kepada Batara Bayu untuk mengasuhnya. Itulah sebabnya, Anoman juga bernama Bayusuta atau Bayutanaya, Maruti atau Marutaseta. (Selain Anoman, sebutan Bayusuta atau Bayutanaya juga dipakai untuk menyebut Bima. Jadi menurut pewayangan, terutama di Pulau Jawa, Anoman adalah anak Batara Guru yang diasuh oleh Batara Bayu atau Batara Maruta).
Sebagai putra angkat atau anak asuh Batara Bayu, Anoman mengenakan kain Poleng Bang Bintulu Aji dan berkuku Pancanaka. Dalam pewayangan ada Sembilan tokoh yang merupakan "saudara tunggal Bayu". Mereka adalah:
Pedalangan Jawa Timuran yang banyak terpengaruh Serat Kanda. Kisah kelahiran Anoman di pewayangan Jawatimuran, dimulai pada saat pengembaraan Rama, Dewi Sinta, dan Laksmana di hutan, pada masa pembuangan. Pada saat itu Dewi Sinta telah hamil muda. Suatu ketika, segera setelah Rama dan Dewi Sinta mandi di Telaga Tirta Sumala, dari tubuh mereka keluar bulu-bulu putih.Tanpa diketahui sebabnya, tiba-tiba Dewi Sinta keguguran. Dari rahim Sinta keluar gumpalan darah. Ramawijaya kemudian menyuruh Laksmana membungkus gumpalan darah itu dengan daun lumbu (talas), dengan menyertakan sebelah anting-anting emas miliknya ke dalam bungkusan itu. Bungkusan itu lalu dilempar jauh-jauh oleh Laksmana. Tepat pada saat itu, Batara Guru yang sedang melanglang buana, menangkap bungkusan itu dan membawanya. Beberapa waktu kemudian, ketika dari angkasa Batara Guru melihat seorang wanita dengan tapa ngodok, tanpa busana. Karena terpana melihat keindahan lekuk tubuh wanita itu, tanpa terasa bungkusan yang dipegangnya jatuh tepat di hadapan sang Tapa. Sementara itu, karena birahinya menggejolak, jatuhlah kama benih (mani) Batara Guru, tepat menimpa bungkusan itu.Dewi Anjani, Sang Tapa, segera memakan bungkusan daun talas itu. Maka, hamillah Dewi Anjani. Ketika kemudian lahir, bayi yang berujud kera putih itu dinamai Anjali Kencana.
Sebagaimana tokoh wayang terkenal lainnya, Anoman memiliki banyak nama lain. Ia juga disebut: Anjaniputra, Anjali Kencana, Bambang Senggana, Prabancana, Ramandayapati, Maruti, Marmasuta, Kapiwara, dan Begawan Mayangkara. Nama Anoman yang terakhir ini digunakan ketika Anoman sudah tua, dan hidup sebagai pertapa di Pertapaan Kendalisada.
Tetapi menurut pedalangan gagrak Jawatimuran, nama Anoman baru disandang Setelah ia menjadi utusan Ramawijaya ke Alengka untuk menjumpai Dewi Sinta di Taman Argasoka. Di negara itu ia membunuh senapati raksasa bernama Ditya Kala Anoman, Ditya Kala Ndayapati, dan Ditya Kala Prabancana. Nama-nama raksasa yang mati itu lalu diambil sebagai nama aliasnya. Sebelumnya, ia bernama Anjila Kencana. Setelah dewasa, oleh Batara Guru Anoman diperintahkan turun ke dunia untuk mengabdi pada Ramawijaya yang merupakan titisan Batara Wisnu. Anoman menjumpai Rama dan Laksmana ketika kedua ksatria itu sedang dalam perjalanan menuju Kerajaan Alengka. Saat itu Anoman sedang diperintah Sugriwa raja Guwakiskenda mencari bantuan untuk mengalahkan Subali. Setelah Rama membunuh Resi Subali, Sugriwa menyatakan bersedia membantu usaha Rama membebaskan Dewi Sinta dengan mengerahkan seluruh bala tentara keranya.
Pada waktu Dewi Sinta disekap di Taman Argasoka, Alengka, Ramawijaya mengutus Anoman untuk menemui istrinya secara diam-diam. Kera putih itu berhasil menyelundup masuk dan bertemu muka serta menyampaikan pesan Ramawijaya kepada Dewi Sinta. Sesudah menunaikan tugas pokoknya Anoman sengaja membuat gara-gara dengan membuat kerusakan di lingkungan Keraton Alengka. Prabu Dasamuka segera mengutus putranya, Indrajit, untuk menangkapnya. Dengan panah Nagapasa, yang jika dilepaskan dari busurnya berubah menjadi ribuan ular dan melilit tubuhnya, Anoman tertangkap. Dalam keadaan terikat, Anoman dibakar hidup-hidup. Tetapi justru ketika itulah, dalam keadaan bulunya terbakar, Anoman meloloskan diri sambil membakari Istana Alengka. Peristiwa itu diceritakan dalam lakon Senggana Duta atau Anoman Obong.
Waktu bala tentara Ramawijaya yang terdiri atas pasukan kera menyerbu Kerajaan Alengka, Anoman bertindak sebagai salah seorang senapatinya. Anoman pula yang menindih tubuh Prabu Dasamuka dengan gunung karena raja Alengka itu selalu dapat hidup kembali setelah mati terpanah oleh Ramawijaya. Karena jasa-jasanya membantu Ramawijaya dalam usaha merebut kembali Dewi Sinta dari tangan Dasamuka, Anoman diangkat anak oleh Rama. Karena itu Anoman juga mendapat sebutan Ramandayapati.
Anoman sebenarnya jatuh cinta pada Dewi Trijata, putri Gunawan Wibisana. Wanita cantik itu dijumpainya sewaktu Anoman menjalankan tugas sebagai duta menemui Dewi Sinta di Taman Argasoka di Alengka. Tetapi karena ia tahu bahwa Dewi Trijata sebenarnya berharap dapat menjadi istri Laksmana, Anoman mengurungkan niatnya untuk memperistri Trijata.
Sebelumnya, dalam perjalanan menuju Alengka pahlawan kera berbulu putih itu sempat dirayu seorang bidadari bernama Dewi Sayempraba, putri Batara Wiswakrama. Dewi Sayempraba sesungguhnya adalah salah seorang istri Dasamuka. Untuk mencegah jangan sampai Anoman tiba di Alengka, Dewi Sayempraba mencegatnya dan merayu, kemudian memberinya makanan berupa buah-buahan. Ternyata makanan itu sudah lebih dahulu dibubuhi racun. Akibatnya, setelah makan Anoman menjadi buta dan hilang kekuatannya. Ia hampir pingsan sewaktu seekor burung garuda bernama Sempati datang menolongnya. Anoman disembuhkan dari kebutaan dan diberi petunjuk caranya pergi ke Alengka.
Namun rayuan Dewi Sayempraba sempat membuat bidadari, yang juga istri Dasamuka, itu hamil. Anak yang kemudian lahir juga berujud kera, dinamakan Tringganga atau Triyangga. Versi lain menyebutkan Anoman mempunyai anak Trigangga bukan dari Dewi Sayempraba melainkan dari Dewi Urangayu (sebagian dalang menyebut bukan Urang Ayu melainkan Dewi Urang Rayung) putri Begawan Mintuna. Istri Anoman yang lain adalah Dewi Purwati, yang melahirkan anak bernama Purwaganti.
Dalam cerita pewayangan di Indonesia, Anoman berumur sangat panjang. Menurut Serat Mayangkara ia hidup pada zaman Ramawijaya, zaman Pandawa, dan baru meninggal beratus tahun setelah Prabu Parikesit meninggal, yakni pada zaman pemerintahan Prabu Jayabaya di Kediri. Sedangkan dalam cerita asli Ramayana, Anoman hanya hidup pada zaman Ramawijaya saja.
Ada lagi dalang yang menganut versi bahwa Anoman hidup sepanjang masa, yakni masa lalu, masa kini, dan masa mendatang. Versi ini menyebutkan, Anoman memang ditugasi para dewa untuk menjaga Dasamuka. Raja Alengka ini tidak dapat mati karena memiliki Aji Pancasona yang diwarisinya dari Resi Subali. Karena itu setiap kali Dasamuka mati dan tubuhnya menyentuh bumi, ia akan hidup kembali. Karena itulah untuk menjaga jangan sampai Prabu Dasamuka membuat onar kembali di dunia, Anoman diharuskan tetap hidup selamanya, sampai saat dunia kiamat nanti.
Sebuah versi lain menyebutkan tentang kematian Anoman sebagai berikut:Waktu itu, jauh sesudah selesainya Baratayuda, sewaktu di Pulau Jawa telah berdiri Kerajaan Mamenang (Kediri atau Daha), Anoman pergi ke kahyangan menghadap para dewa. Kepada Batara Guru ia mengatakan sudah bosan hidup di dunia, dan menanyakan kapan ia akan mati. Batara Guru menjawab, belum waktunya. Anoman tidak puas dengan jawaban itu, kemudian berkata, bahwa selama "hidup ratusan tahun, ia telah mendarmabaktikan segala kemampuan dan kesaktiannya untuk kesejahteraan dan keamanan dunia. Kini Anoman menuntut agar permintaannya yang terakhir, yaitu agar ia segera mati, dipenuhi oleh para dewa. Batara Guru menjawab: "Baik! Tetapi engkau lebih dahulu masih harus menjalankan sebuah tugas lagi, yaitu menjodohkan ketiga orang putra Prabu Sriwahana (sebagian dalang menyebut Prabu Sriwahana dengan sebutan Prabu Sariwahana) dari Kerajaan Yawastina."
Dalam pelaksanaan tugas itu nanti, menurut Batara Guru, Anoman akan gugur. Karena, seorang ksatria agung seperti Anoman tidak layak bila mati di tempat tidur. Para dewa memutuskan, Anoman harus gugur sebagai ksatria sejati di medan tugas. Anoman menyanggupi tugas itu karena ia memang ingin mati sebagai prajurit.Pertarna-tama ia menemui Prabu Sriwahana dan menguraikan tentang maksud para dewa menjodohkan ketiga putra raja Yawastina itu dengan putri-putri Prabu Jayabaya. Prabu Sriwahana menyetujui. Maka berangkatlah Anoman ke Mamenang. Sebenarnya lamaran yang diajukan Anoman untuk ketiga putra raja Yawastina itu diterima oleh Prabu Jayabaya. Namun, sebelum pembicaran itu tuntas, tiba-tiba datanglah Prabu Yaksadewa. Raja raksasa itu ternyata juga akan melamar ketiga putri Prabu Jayabaya.Perkelahian tidak dapat dihindari. Seperti janji para dewa, dalam pertempuran itu Anoman gugur. Menyaksikan peristiwa itu, Prabu Jayabaya marah, dan berhadapan dengan Prabu Yaksadewa.Raja raksasa itu berhasil dikalahkannya, dan berubah ujud menjadi Batara Kala, yang kemudian lari pulang ke tempat kediamannya di Setra Gandamayit.
Dari cerita ini jelas bahwa Anoman, menurut pewayangan, tewas oleh Batara Kala, pada zaman Kerajaan Mamenang, atau Kerajaan Kediri.
Menurut Mahabarata versi Jawa Kuna, yakni pada bagian Tritayatra Parwa, Anoman pernah berjumpa dengan Bima. Waktu itu para Pandawa sedang menjalani pembuangan selama 12 tahun di hutan. Waktu Bima hendak lewat di sebuah jalan sempit di tebing jurang, seekor kera putih sedang berbaring melintang jalan. Dengan sopan Bima minta agar kera putih itu menepi agar ia bisa lewat. Sang Kera Putih menjawab: "Jika aku menghalangi perjalananmu, mengapa bukan kau lompati saja aku, atau engkau singkirkan saja tubuhku ke tepi?" Bima menolak melompati kera itu karena perbuatan itu tidak sopan. Ia pun tidak mau menyingkirkan kera itu, karena itu berarti memaksakan kehendak. Sang Kera lalu mengatakan: "Bila engkau dapat mengangkat ekorku, maka dengan sukarela aku akan menyingkir dari tempat ini."Tanpa banyak bicara Bima mencoba mengangkat ekor kera itu, namun ternyata tidak sanggup, meskipun ia telah mengerahkan segenap kesaktiannya. Kini tahulah Bima bahwa ia berhadapan dengan seekor kera Sakti berilmu tinggi. Karenanya, Bima segera memohon agar diterima sebagai muridnya. Permohonan Bima dipenuhi. Anoman lalu memperkenalkan diri bahwa sebenamya ia dan Bima "saudara Tunggal Bayu". Ia pun memberikan beberapa ilmu pada "saudara Tunggal Bayu"nya itu. Di antara yang diwariskan adalah ilmu mengenai pembagian zaman yang selalu berlangsung di alam dunia ini.
Pembagian zaman di dunia menurut Anoman adalah:Zaman Kreta atau Kretayuga, yakni zaman ke-utamaan yang sempurna. Di dunia hanya ada satu agama, tidak ada kejahatan, belum ada tradisi jual beli, yang ada hanya memberi dan menerima. Setiap manusia menjalankan kewajiban (derma) masing-masing dengan sebaik-baiknya, tanpa ada rasa iri atau sirik pada orang lain. Semua manusia mempunyai kedudukan sama terhadap manusia lainnya.
Zaman Tirta atau Tirtayuga, yakni ketika di dunia ini mulai terdapat orang-orang yang berhati jahat. Seperempat penduduk dunia menjadi orang yang berperilaku dengki, iri dan sutra mengambil yang bukan miliknya. Yang baik hanya tinggal tiga perempat bagian saja. pada zaman ini muncul kebiasaan orang mengadakan sesaji, dan timbul berbagai macam agama. pada zaman Tirta pula dimulai adanya pembagian golongan masyarakat: golongan brahmana, ksatria, waisya, dan sudra.
Zaman Dupara atau Duparayuga, ketika manusia di dunia ini terbagi menjadi dua bagian. Yang separuh menjadi orang jahat dan separuh sisanya tetap baik. Jumlah agama makin banyak, tetapi yang memperhatikan kaidah dan norma agama itu makin sedikit. Banyak orang bertapa dan mencari kesaktian, namun sebagian dari mereka bertujuan buruk. Orang yang ingin berbuat kebaikan makin banyak godaan dan halangannya.
Zaman Kali atau Kaliyuga, yakni zaman di mana keburukan menang atas kebaikan. Golongan manusia yang masih berjalan di jalan keutamaan tinggal seperempat bagian saja. Sisanya sudah menjadi orang jahat. Agama, walaupun makin banyak macamnya, seakan sudah tidak lagi dipedulikan orang. Banyak orang malas, tetapi mereka selalu iri pada keberhasilan orang yang rajin. Orang takut melarat, tetapi tidak berusaha untuk menjadi kaya. Zaman ini adalah zaman ketika usia dunia telah tua, telah mendekati akhir zaman.
Selain itu, Anoman masih banyak memberikan wejangan dan bimbingan kepada Bima mengenai rahasia hidup, dan kehidupan alam. Iapun mengajarkan beberapa ilmu, di antaranya ilmu Sepi Angin.Tetapi selain memberikan ilmu-ilmunya pada Bima, Anoman pun pernah berguru pada Bima. Waktu Bima mengajarkan berbagai ilmu spiritual kepada anak-anak dan keponakannya di Gunung Argakelasa, Anoman pun ikut menjadi muridnya. Waktu itu Anoman menggunakan nama Kapiwara.
Pada seni kriya Wayang Kulit Purwa gaya Surakarta, tokoh Anoman dilukiskan bermata satu (karena dipandang dari satu sisi), sedangkan pada gaya Yogyakarta dan Kedu, bermata dua.Setelah Anoman lanjut usia dan menjadi pertapa di Kendalisada, ia lebih dikenal dengan nama Resi Mayangkara, dan figur wayangnya mengenakan sampir, yakni selendang di bahunya. Dalam Wayang Orang, tokoh Anoman ditarikan oleh seorang penari pria. Ia mengenakan topeng mulut dan hidung, dan berpakaian kaus putih menutupi badan dan tangan serta kakinya.
Dalam pewayangan, kisah kelahiran Anoman diceritakan sebagai berikut:Ketika suatu saat Batara Guru sedang terbang melalang di atas Telaga Nirmala, ia menyaksikan seorang wanita muda sedang melakukan tapa kungkum. Melihat tubuh wanita muda itu, Dewi Anjani namanya, Batara Guru tidak dapat menahan birahinya dan jatuhlah kama benihnya, menimpa sehelai daun asam muda yang mengapung di permukaan telaga. Daun asam muda yang oleh orang Jawa disebut sinom itu hanyut terbawa arus dan akhirnya tertelan oleh Dewi Anjani. Seketika itu juga Dewi Anjani hamil. Karena merasa tidak pernah disentuh pria, segera Anjani menuntut Batara Guru untuk bertanggung jawab atas kehamilannya. Ternyata pemuka dewa itu tidak mengelakkan tanggung jawab. Ia mengakui bayi yang berada dalam kandungan Anjani sebagai anaknya, dan memerintahkan para bidadari menolong kelahirannya. Bayi itu kemudian diberi nama Anoman.
Kelahiran Anoman ditandai dengan gara-gara yang melanda dunia. Gunung-gunung meletus, badai dan air bah terjadi di mana-mana. Para dewa segera mengutus beberapa bidadari untuk menolong persalinan Dewi Anjani. Sesudah Anoman lahir, para bidadari membawa Dewi Anjani dan bayinya ke kahyangan. Atas perkenan para dewa, sesudah melahirkan anaknya wanita berwajah kera itu berubah ujud menjadi wanita cantik kembali. Selama sisa hidupnya ia pun diperkenankan hidup di kahyangan sebagai bidadari. Batara Guru memberi nama Anoman kepada bayi kera berbulu putih bersih Anoman dan memerintahkan kepada Batara Bayu untuk mengasuhnya. Itulah sebabnya, Anoman juga bernama Bayusuta atau Bayutanaya, Maruti atau Marutaseta. (Selain Anoman, sebutan Bayusuta atau Bayutanaya juga dipakai untuk menyebut Bima. Jadi menurut pewayangan, terutama di Pulau Jawa, Anoman adalah anak Batara Guru yang diasuh oleh Batara Bayu atau Batara Maruta).
Sebagai putra angkat atau anak asuh Batara Bayu, Anoman mengenakan kain Poleng Bang Bintulu Aji dan berkuku Pancanaka. Dalam pewayangan ada Sembilan tokoh yang merupakan "saudara tunggal Bayu". Mereka adalah:
- Batara Bayu sendiri,
- Anoman,
- Bima,
- Wil Jajahwreka,
- Begawan Maenaka,
- Liman Situbanda,
- Dewa Ruci,
- Garuda Mahambira,
- Naga Kuwara.
Pedalangan Jawa Timuran yang banyak terpengaruh Serat Kanda. Kisah kelahiran Anoman di pewayangan Jawatimuran, dimulai pada saat pengembaraan Rama, Dewi Sinta, dan Laksmana di hutan, pada masa pembuangan. Pada saat itu Dewi Sinta telah hamil muda. Suatu ketika, segera setelah Rama dan Dewi Sinta mandi di Telaga Tirta Sumala, dari tubuh mereka keluar bulu-bulu putih.Tanpa diketahui sebabnya, tiba-tiba Dewi Sinta keguguran. Dari rahim Sinta keluar gumpalan darah. Ramawijaya kemudian menyuruh Laksmana membungkus gumpalan darah itu dengan daun lumbu (talas), dengan menyertakan sebelah anting-anting emas miliknya ke dalam bungkusan itu. Bungkusan itu lalu dilempar jauh-jauh oleh Laksmana. Tepat pada saat itu, Batara Guru yang sedang melanglang buana, menangkap bungkusan itu dan membawanya. Beberapa waktu kemudian, ketika dari angkasa Batara Guru melihat seorang wanita dengan tapa ngodok, tanpa busana. Karena terpana melihat keindahan lekuk tubuh wanita itu, tanpa terasa bungkusan yang dipegangnya jatuh tepat di hadapan sang Tapa. Sementara itu, karena birahinya menggejolak, jatuhlah kama benih (mani) Batara Guru, tepat menimpa bungkusan itu.Dewi Anjani, Sang Tapa, segera memakan bungkusan daun talas itu. Maka, hamillah Dewi Anjani. Ketika kemudian lahir, bayi yang berujud kera putih itu dinamai Anjali Kencana.
Sebagaimana tokoh wayang terkenal lainnya, Anoman memiliki banyak nama lain. Ia juga disebut: Anjaniputra, Anjali Kencana, Bambang Senggana, Prabancana, Ramandayapati, Maruti, Marmasuta, Kapiwara, dan Begawan Mayangkara. Nama Anoman yang terakhir ini digunakan ketika Anoman sudah tua, dan hidup sebagai pertapa di Pertapaan Kendalisada.
Tetapi menurut pedalangan gagrak Jawatimuran, nama Anoman baru disandang Setelah ia menjadi utusan Ramawijaya ke Alengka untuk menjumpai Dewi Sinta di Taman Argasoka. Di negara itu ia membunuh senapati raksasa bernama Ditya Kala Anoman, Ditya Kala Ndayapati, dan Ditya Kala Prabancana. Nama-nama raksasa yang mati itu lalu diambil sebagai nama aliasnya. Sebelumnya, ia bernama Anjila Kencana. Setelah dewasa, oleh Batara Guru Anoman diperintahkan turun ke dunia untuk mengabdi pada Ramawijaya yang merupakan titisan Batara Wisnu. Anoman menjumpai Rama dan Laksmana ketika kedua ksatria itu sedang dalam perjalanan menuju Kerajaan Alengka. Saat itu Anoman sedang diperintah Sugriwa raja Guwakiskenda mencari bantuan untuk mengalahkan Subali. Setelah Rama membunuh Resi Subali, Sugriwa menyatakan bersedia membantu usaha Rama membebaskan Dewi Sinta dengan mengerahkan seluruh bala tentara keranya.
Pada waktu Dewi Sinta disekap di Taman Argasoka, Alengka, Ramawijaya mengutus Anoman untuk menemui istrinya secara diam-diam. Kera putih itu berhasil menyelundup masuk dan bertemu muka serta menyampaikan pesan Ramawijaya kepada Dewi Sinta. Sesudah menunaikan tugas pokoknya Anoman sengaja membuat gara-gara dengan membuat kerusakan di lingkungan Keraton Alengka. Prabu Dasamuka segera mengutus putranya, Indrajit, untuk menangkapnya. Dengan panah Nagapasa, yang jika dilepaskan dari busurnya berubah menjadi ribuan ular dan melilit tubuhnya, Anoman tertangkap. Dalam keadaan terikat, Anoman dibakar hidup-hidup. Tetapi justru ketika itulah, dalam keadaan bulunya terbakar, Anoman meloloskan diri sambil membakari Istana Alengka. Peristiwa itu diceritakan dalam lakon Senggana Duta atau Anoman Obong.
Waktu bala tentara Ramawijaya yang terdiri atas pasukan kera menyerbu Kerajaan Alengka, Anoman bertindak sebagai salah seorang senapatinya. Anoman pula yang menindih tubuh Prabu Dasamuka dengan gunung karena raja Alengka itu selalu dapat hidup kembali setelah mati terpanah oleh Ramawijaya. Karena jasa-jasanya membantu Ramawijaya dalam usaha merebut kembali Dewi Sinta dari tangan Dasamuka, Anoman diangkat anak oleh Rama. Karena itu Anoman juga mendapat sebutan Ramandayapati.
Anoman sebenarnya jatuh cinta pada Dewi Trijata, putri Gunawan Wibisana. Wanita cantik itu dijumpainya sewaktu Anoman menjalankan tugas sebagai duta menemui Dewi Sinta di Taman Argasoka di Alengka. Tetapi karena ia tahu bahwa Dewi Trijata sebenarnya berharap dapat menjadi istri Laksmana, Anoman mengurungkan niatnya untuk memperistri Trijata.
Sebelumnya, dalam perjalanan menuju Alengka pahlawan kera berbulu putih itu sempat dirayu seorang bidadari bernama Dewi Sayempraba, putri Batara Wiswakrama. Dewi Sayempraba sesungguhnya adalah salah seorang istri Dasamuka. Untuk mencegah jangan sampai Anoman tiba di Alengka, Dewi Sayempraba mencegatnya dan merayu, kemudian memberinya makanan berupa buah-buahan. Ternyata makanan itu sudah lebih dahulu dibubuhi racun. Akibatnya, setelah makan Anoman menjadi buta dan hilang kekuatannya. Ia hampir pingsan sewaktu seekor burung garuda bernama Sempati datang menolongnya. Anoman disembuhkan dari kebutaan dan diberi petunjuk caranya pergi ke Alengka.
Namun rayuan Dewi Sayempraba sempat membuat bidadari, yang juga istri Dasamuka, itu hamil. Anak yang kemudian lahir juga berujud kera, dinamakan Tringganga atau Triyangga. Versi lain menyebutkan Anoman mempunyai anak Trigangga bukan dari Dewi Sayempraba melainkan dari Dewi Urangayu (sebagian dalang menyebut bukan Urang Ayu melainkan Dewi Urang Rayung) putri Begawan Mintuna. Istri Anoman yang lain adalah Dewi Purwati, yang melahirkan anak bernama Purwaganti.
Dalam cerita pewayangan di Indonesia, Anoman berumur sangat panjang. Menurut Serat Mayangkara ia hidup pada zaman Ramawijaya, zaman Pandawa, dan baru meninggal beratus tahun setelah Prabu Parikesit meninggal, yakni pada zaman pemerintahan Prabu Jayabaya di Kediri. Sedangkan dalam cerita asli Ramayana, Anoman hanya hidup pada zaman Ramawijaya saja.
Ada lagi dalang yang menganut versi bahwa Anoman hidup sepanjang masa, yakni masa lalu, masa kini, dan masa mendatang. Versi ini menyebutkan, Anoman memang ditugasi para dewa untuk menjaga Dasamuka. Raja Alengka ini tidak dapat mati karena memiliki Aji Pancasona yang diwarisinya dari Resi Subali. Karena itu setiap kali Dasamuka mati dan tubuhnya menyentuh bumi, ia akan hidup kembali. Karena itulah untuk menjaga jangan sampai Prabu Dasamuka membuat onar kembali di dunia, Anoman diharuskan tetap hidup selamanya, sampai saat dunia kiamat nanti.
Sebuah versi lain menyebutkan tentang kematian Anoman sebagai berikut:Waktu itu, jauh sesudah selesainya Baratayuda, sewaktu di Pulau Jawa telah berdiri Kerajaan Mamenang (Kediri atau Daha), Anoman pergi ke kahyangan menghadap para dewa. Kepada Batara Guru ia mengatakan sudah bosan hidup di dunia, dan menanyakan kapan ia akan mati. Batara Guru menjawab, belum waktunya. Anoman tidak puas dengan jawaban itu, kemudian berkata, bahwa selama "hidup ratusan tahun, ia telah mendarmabaktikan segala kemampuan dan kesaktiannya untuk kesejahteraan dan keamanan dunia. Kini Anoman menuntut agar permintaannya yang terakhir, yaitu agar ia segera mati, dipenuhi oleh para dewa. Batara Guru menjawab: "Baik! Tetapi engkau lebih dahulu masih harus menjalankan sebuah tugas lagi, yaitu menjodohkan ketiga orang putra Prabu Sriwahana (sebagian dalang menyebut Prabu Sriwahana dengan sebutan Prabu Sariwahana) dari Kerajaan Yawastina."
Dalam pelaksanaan tugas itu nanti, menurut Batara Guru, Anoman akan gugur. Karena, seorang ksatria agung seperti Anoman tidak layak bila mati di tempat tidur. Para dewa memutuskan, Anoman harus gugur sebagai ksatria sejati di medan tugas. Anoman menyanggupi tugas itu karena ia memang ingin mati sebagai prajurit.Pertarna-tama ia menemui Prabu Sriwahana dan menguraikan tentang maksud para dewa menjodohkan ketiga putra raja Yawastina itu dengan putri-putri Prabu Jayabaya. Prabu Sriwahana menyetujui. Maka berangkatlah Anoman ke Mamenang. Sebenarnya lamaran yang diajukan Anoman untuk ketiga putra raja Yawastina itu diterima oleh Prabu Jayabaya. Namun, sebelum pembicaran itu tuntas, tiba-tiba datanglah Prabu Yaksadewa. Raja raksasa itu ternyata juga akan melamar ketiga putri Prabu Jayabaya.Perkelahian tidak dapat dihindari. Seperti janji para dewa, dalam pertempuran itu Anoman gugur. Menyaksikan peristiwa itu, Prabu Jayabaya marah, dan berhadapan dengan Prabu Yaksadewa.Raja raksasa itu berhasil dikalahkannya, dan berubah ujud menjadi Batara Kala, yang kemudian lari pulang ke tempat kediamannya di Setra Gandamayit.
Dari cerita ini jelas bahwa Anoman, menurut pewayangan, tewas oleh Batara Kala, pada zaman Kerajaan Mamenang, atau Kerajaan Kediri.
Menurut Mahabarata versi Jawa Kuna, yakni pada bagian Tritayatra Parwa, Anoman pernah berjumpa dengan Bima. Waktu itu para Pandawa sedang menjalani pembuangan selama 12 tahun di hutan. Waktu Bima hendak lewat di sebuah jalan sempit di tebing jurang, seekor kera putih sedang berbaring melintang jalan. Dengan sopan Bima minta agar kera putih itu menepi agar ia bisa lewat. Sang Kera Putih menjawab: "Jika aku menghalangi perjalananmu, mengapa bukan kau lompati saja aku, atau engkau singkirkan saja tubuhku ke tepi?" Bima menolak melompati kera itu karena perbuatan itu tidak sopan. Ia pun tidak mau menyingkirkan kera itu, karena itu berarti memaksakan kehendak. Sang Kera lalu mengatakan: "Bila engkau dapat mengangkat ekorku, maka dengan sukarela aku akan menyingkir dari tempat ini."Tanpa banyak bicara Bima mencoba mengangkat ekor kera itu, namun ternyata tidak sanggup, meskipun ia telah mengerahkan segenap kesaktiannya. Kini tahulah Bima bahwa ia berhadapan dengan seekor kera Sakti berilmu tinggi. Karenanya, Bima segera memohon agar diterima sebagai muridnya. Permohonan Bima dipenuhi. Anoman lalu memperkenalkan diri bahwa sebenamya ia dan Bima "saudara Tunggal Bayu". Ia pun memberikan beberapa ilmu pada "saudara Tunggal Bayu"nya itu. Di antara yang diwariskan adalah ilmu mengenai pembagian zaman yang selalu berlangsung di alam dunia ini.
Pembagian zaman di dunia menurut Anoman adalah:Zaman Kreta atau Kretayuga, yakni zaman ke-utamaan yang sempurna. Di dunia hanya ada satu agama, tidak ada kejahatan, belum ada tradisi jual beli, yang ada hanya memberi dan menerima. Setiap manusia menjalankan kewajiban (derma) masing-masing dengan sebaik-baiknya, tanpa ada rasa iri atau sirik pada orang lain. Semua manusia mempunyai kedudukan sama terhadap manusia lainnya.
Zaman Tirta atau Tirtayuga, yakni ketika di dunia ini mulai terdapat orang-orang yang berhati jahat. Seperempat penduduk dunia menjadi orang yang berperilaku dengki, iri dan sutra mengambil yang bukan miliknya. Yang baik hanya tinggal tiga perempat bagian saja. pada zaman ini muncul kebiasaan orang mengadakan sesaji, dan timbul berbagai macam agama. pada zaman Tirta pula dimulai adanya pembagian golongan masyarakat: golongan brahmana, ksatria, waisya, dan sudra.
Zaman Dupara atau Duparayuga, ketika manusia di dunia ini terbagi menjadi dua bagian. Yang separuh menjadi orang jahat dan separuh sisanya tetap baik. Jumlah agama makin banyak, tetapi yang memperhatikan kaidah dan norma agama itu makin sedikit. Banyak orang bertapa dan mencari kesaktian, namun sebagian dari mereka bertujuan buruk. Orang yang ingin berbuat kebaikan makin banyak godaan dan halangannya.
Zaman Kali atau Kaliyuga, yakni zaman di mana keburukan menang atas kebaikan. Golongan manusia yang masih berjalan di jalan keutamaan tinggal seperempat bagian saja. Sisanya sudah menjadi orang jahat. Agama, walaupun makin banyak macamnya, seakan sudah tidak lagi dipedulikan orang. Banyak orang malas, tetapi mereka selalu iri pada keberhasilan orang yang rajin. Orang takut melarat, tetapi tidak berusaha untuk menjadi kaya. Zaman ini adalah zaman ketika usia dunia telah tua, telah mendekati akhir zaman.
Selain itu, Anoman masih banyak memberikan wejangan dan bimbingan kepada Bima mengenai rahasia hidup, dan kehidupan alam. Iapun mengajarkan beberapa ilmu, di antaranya ilmu Sepi Angin.Tetapi selain memberikan ilmu-ilmunya pada Bima, Anoman pun pernah berguru pada Bima. Waktu Bima mengajarkan berbagai ilmu spiritual kepada anak-anak dan keponakannya di Gunung Argakelasa, Anoman pun ikut menjadi muridnya. Waktu itu Anoman menggunakan nama Kapiwara.
Pada seni kriya Wayang Kulit Purwa gaya Surakarta, tokoh Anoman dilukiskan bermata satu (karena dipandang dari satu sisi), sedangkan pada gaya Yogyakarta dan Kedu, bermata dua.Setelah Anoman lanjut usia dan menjadi pertapa di Kendalisada, ia lebih dikenal dengan nama Resi Mayangkara, dan figur wayangnya mengenakan sampir, yakni selendang di bahunya. Dalam Wayang Orang, tokoh Anoman ditarikan oleh seorang penari pria. Ia mengenakan topeng mulut dan hidung, dan berpakaian kaus putih menutupi badan dan tangan serta kakinya.
Gabung di FP kami yuk : http://facebook.com/caritawayang
0 comments:
Post a Comment