Breakdance, tarian jalanan Afro- Amerika itu sudah lama populer di
kota-kota besar di Indonesia. Buktinya, banyak banget komunitas tarian
yang biasanya diiringi musik hip hop, rap atau remixini. Tapi, gimana
sih geliat breakdancedi kota kecil seperti Kudus? Adalah Not End Crew,
sebuah kumpulan remaja Kota Kretek yang sama-sama punya keinginan
menggiatkan breakdancedi Kudus. Ya, nggak kayak Semarang, breakdance di
kota kecil memang masih sering dipandang sebelah mata oleh
masyarakatnya.
Beberapa bilang breakdance cuma buat gaya-gayaan. Kompetisi-kompetisi
khusus breakdance juga masih jarang banget diselenggarakan. "Sekarang
breakdance sudah bisa diterima. Kami sering unjuk gigi di beberapa acara
di Kudus,". terang Ketua Not End Crew, Muhammad Noor Fahmi (22). Diakui
sang pendiri yang akrab dipanggil Fahmi itu, tarian yang mengandalkan
kekuatan tubuh dan konsentrasi tersebut sebenarnya banyak peminat.
Sayangnya, komunitas yang mampu mewadahi para pencinta breakdance itu
belum banyak. Alhasil, Not End Crew yang diartikan sebagai kru yang
nggak pernah berakhir itu kini menjadi tempat belajar bareng para remaja
Kudus yang tertarik dengan breakdance.
Meski pernah mengalami pasang surut semangat dan keanggotaan, nggak
menjadikan komunitas yang satu ini patah arang. ''Belajar breakdanceitu
nggak untuk pamer dan gaya-gayaan. Kalau ikut belajar breakdancehanya
untuk keren, maka tinggalkan sekarang. Kalau latihan serius, otomatis
keren dan populer datang sendiri,'' ujar Fahmi. Not End Crew memang
dikondisikan sebagai komunitas belajar bareng.
Nggak ada struktur organisasi yang mapan, nggak dipungut biaya kecuali
untuk kas bersama, dan tentunya berbasis kekeluargaan. Tapi kata Fahmi,
para awak Not End Crew memang dipersiapkan untuk berprestasi di kancah
yang lebih luas lagi. ''Beberapa yang sudah siap, sering mengikuti
kompetisi breakdancedi Semarang dan sekitarnya. Meski penguasaan teknik
breakdancetergolong masih dasar, pengalaman tampil di luar kota itu
penting biar nggak grogi,'' terangnya.
Setiap hari Minggu sore, para anggota Not End Crew selalu
menggelar lapak di kawasan Simpang Tujuh, Kudus. Bermodal alat-alat ala
kadarnya mereka beraksi breakdancedengan gerakan dasar yang meliputi
top rock (gerakan menari-nari untuk peralihan), foot work (kelincahan
kaki) dan freeze (gerakan tiba-tiba berhenti). Menurut Fahmi, menjadi
penari breakdanceatau yang sering disebut b-boy (break/beat boy) nggak
gampang.
Saat tampil, seorang b-boy kudu selalu konsentrasi. Pikiran harus fokus
dengan tarian lantai, mata fokus ke penonton dan telinga fokus pada
musik beat yang mengiringi. Dan itu semua bakal bisa dilakukan jika sang
b-boy menggunakan perasaan saat menari. B-boyharus mengikuti ritme
musik biar gerakan bisa dikatan on the beat. ''Memang butuh jam terbang
dan latihan berkali-kali,'' katanya.
sumber : Suaramerdeka.com
0 comments:
Post a Comment