Perang Alengkadiraja, ternyata juga menewaskan beberapa anak Prabu Dasamuka, Trisirah,Trimurda,Trinetra semuanya tewas dalam medan laga ketika menghadapi para kesatria Panca wati, Anoman, Anggada dan Anila. Trikaya pun tewas oleh panah Surawijaya milik Laksmana.
Pasukan Prabu Rama semakin memasuki wilayah Kotaraja Negeri Alengka. Sementara itu anak kesayangan Prabu Dasamuka, Indrajit atau Megananda menjadi amat gusar, terutama ketika melihat saudaranya tewas. Dengan kemampuannya Indrajid mencoba menghalangi Prajurit Rama yang terus memasuki ibukota Alengka. Indrajit pun siap dengan Pusaka Nagapasa, sebuah panah berbentuk ular naga.
Begitu dilepaskan, Panah Nagapasa menghasilkan hujan ular di medan laga. Ular-ular berbisa itu sangat mematikan, hingga prabu Rama dan Laksmana pun tak luput dari gigitannya. Mereka berdua terbius hingga tak sadar. Demi melihat keadaan itu Wibisana menciptakan ribuan burung Garuda untuk menyambar setiap ular ciptaan Indrajit. Ular pun habis dimakan burung
garuda ciptaan Wibisana.
Wibisana mendekat ke Indrajit. Ia meminta Indrajit menghentikan serangannya. Indrajit menolak dan memaki pamannya itu yang disebutnya sebagai pengkhianat negara. Dalam kesempatan itu Wibisana kemudian menceritakan asal-usul Indrajit.
Ia menceritakan bahwa sebenrany Indrajit bukan putra kandung Rahwana, melainkan hasil ciptaan Wibisana. Saat itu istri Rahwana yang bernama Dewi Kanung sedang mengandung bayi perempuan reinkarnasi seorang pertapa wanita bernama Widawati. Rahwana bersumpah akan menikahi putrinya itu jika kelak lahir, karena Widawati merupakan cinta pertamanya.
Ketika Kanung melahirkan, Rahwana sedang berada di luar istana. Wibisana segera mengambil bayi perempuan tersebut dan dihanyutkan ke sungai dalam sebuah peti. Bayi itu terbawa arus sampai ke Kerajaan Mantili dan ditemukan oleh raja negeri tersebut yang bernama Janaka. Janaka memungut bayi putri Rahwana tersebut sebagai anak angkat dengan diberi nama Sinta.
Sementara itu, Wibisana menciptakan bayi laki-laki dari segumpal awan yang diberi nama Megananda (mega sendiri berarti awan) yang kemudian lebih dikenal dengan Indrajit. Bayi Indrajit diserahkan kepada Rahwana. Rahwana kecewa dan berniat membunuh Indrajit. Rahwana menghajar bayi Indrajid, bukannya mati ternyata semakin dihajar Indrajit justru semakin tumbuh dewasa. Rahwana berubah pikiran dan mengakuinya sebagai anak.
Setelah mendengar cerita Wibisana, Indrajit akhirnya sadar bahwa selama ini ia bersalah telah membela angkara murka Rahwana. Ia pun meminta agar Wibisana mengembalikan dirinya ke asal-muasalnya. Indrajit kemudian mengheningkan cipta, sedangkan Wibisana melepaskan pusaka Dipasanjata ke arahnya. Tubuh Indrajit pun musnah seketika, dan kembali menjadi awan putih di angkasa.
Dengan tewasnya Indrajit, maka ular ular yang menyerang pasukan Pancawati pun lenyap. Namun prajurit yang terkena gigitan ular beracun tetap sekarat, dan butuh pertolongan cepat. Wibisana memerintahkan Anoman untuk mencari sejenis daun sandiloto, yang banyak tumbuh di Bukit Arga Jampi,sebuah bukit kecil di dekat Gunung Maliyawan.
Anoman menjadi gugup ketika melihat Prabu Rama dan Laksmana tergeletak pingsan tak sadarkan diri. Wibisana terus merawat keduanya dengan baik. Memang serangan Indrajid membawa korban yang sangat besar. Banyak para punggawa juga para perajurit yang terkapar tidak berdaya. Anoman segera berangkat.
Sesampai di Gunung Maliyawan, Anoman menemukan bukit yang dimaksud oleh Wibisana.Karena pada waktu berangkat, Anoman menjadi gugup,sehingga ia lupa tidak meyakinkan lagi, nama daun apa yang tadi diminta oleh Wibisana. Setelah sampai dibukit Maliyawan. Anoman jadi bingung, ia sudah tidak ingat daun apa yang diminta Wibisana. Akhirnya Anoman mengangkat bukit Argajampi beserta seluruh tanaman yang ada di atasya dan dibawanya kembali ke daerah pertahanan Pancawati. Wibisana mengambil daun daunan yang diperlukan untuk menawarkan racun ular berbisa. Para Perajurit dan punggawa, yang
terkena serangan ular berbisa, termasuk juga Prabu Rama dan Laksmana Widagda. setelah mendapat perawatan, dengan daun dimaksud, mereka terbangun dari pingsannya, dan sembuhlah mereka semua, termasuk Prabu Rama dan Laksmana yang telah siuman kembali.
Pasukan Prabu Rama semakin memasuki wilayah Kotaraja Negeri Alengka. Sementara itu anak kesayangan Prabu Dasamuka, Indrajit atau Megananda menjadi amat gusar, terutama ketika melihat saudaranya tewas. Dengan kemampuannya Indrajid mencoba menghalangi Prajurit Rama yang terus memasuki ibukota Alengka. Indrajit pun siap dengan Pusaka Nagapasa, sebuah panah berbentuk ular naga.
Begitu dilepaskan, Panah Nagapasa menghasilkan hujan ular di medan laga. Ular-ular berbisa itu sangat mematikan, hingga prabu Rama dan Laksmana pun tak luput dari gigitannya. Mereka berdua terbius hingga tak sadar. Demi melihat keadaan itu Wibisana menciptakan ribuan burung Garuda untuk menyambar setiap ular ciptaan Indrajit. Ular pun habis dimakan burung
garuda ciptaan Wibisana.
Wibisana mendekat ke Indrajit. Ia meminta Indrajit menghentikan serangannya. Indrajit menolak dan memaki pamannya itu yang disebutnya sebagai pengkhianat negara. Dalam kesempatan itu Wibisana kemudian menceritakan asal-usul Indrajit.
Ia menceritakan bahwa sebenrany Indrajit bukan putra kandung Rahwana, melainkan hasil ciptaan Wibisana. Saat itu istri Rahwana yang bernama Dewi Kanung sedang mengandung bayi perempuan reinkarnasi seorang pertapa wanita bernama Widawati. Rahwana bersumpah akan menikahi putrinya itu jika kelak lahir, karena Widawati merupakan cinta pertamanya.
Ketika Kanung melahirkan, Rahwana sedang berada di luar istana. Wibisana segera mengambil bayi perempuan tersebut dan dihanyutkan ke sungai dalam sebuah peti. Bayi itu terbawa arus sampai ke Kerajaan Mantili dan ditemukan oleh raja negeri tersebut yang bernama Janaka. Janaka memungut bayi putri Rahwana tersebut sebagai anak angkat dengan diberi nama Sinta.
Sementara itu, Wibisana menciptakan bayi laki-laki dari segumpal awan yang diberi nama Megananda (mega sendiri berarti awan) yang kemudian lebih dikenal dengan Indrajit. Bayi Indrajit diserahkan kepada Rahwana. Rahwana kecewa dan berniat membunuh Indrajit. Rahwana menghajar bayi Indrajid, bukannya mati ternyata semakin dihajar Indrajit justru semakin tumbuh dewasa. Rahwana berubah pikiran dan mengakuinya sebagai anak.
Setelah mendengar cerita Wibisana, Indrajit akhirnya sadar bahwa selama ini ia bersalah telah membela angkara murka Rahwana. Ia pun meminta agar Wibisana mengembalikan dirinya ke asal-muasalnya. Indrajit kemudian mengheningkan cipta, sedangkan Wibisana melepaskan pusaka Dipasanjata ke arahnya. Tubuh Indrajit pun musnah seketika, dan kembali menjadi awan putih di angkasa.
Dengan tewasnya Indrajit, maka ular ular yang menyerang pasukan Pancawati pun lenyap. Namun prajurit yang terkena gigitan ular beracun tetap sekarat, dan butuh pertolongan cepat. Wibisana memerintahkan Anoman untuk mencari sejenis daun sandiloto, yang banyak tumbuh di Bukit Arga Jampi,sebuah bukit kecil di dekat Gunung Maliyawan.
Anoman menjadi gugup ketika melihat Prabu Rama dan Laksmana tergeletak pingsan tak sadarkan diri. Wibisana terus merawat keduanya dengan baik. Memang serangan Indrajid membawa korban yang sangat besar. Banyak para punggawa juga para perajurit yang terkapar tidak berdaya. Anoman segera berangkat.
Sesampai di Gunung Maliyawan, Anoman menemukan bukit yang dimaksud oleh Wibisana.Karena pada waktu berangkat, Anoman menjadi gugup,sehingga ia lupa tidak meyakinkan lagi, nama daun apa yang tadi diminta oleh Wibisana. Setelah sampai dibukit Maliyawan. Anoman jadi bingung, ia sudah tidak ingat daun apa yang diminta Wibisana. Akhirnya Anoman mengangkat bukit Argajampi beserta seluruh tanaman yang ada di atasya dan dibawanya kembali ke daerah pertahanan Pancawati. Wibisana mengambil daun daunan yang diperlukan untuk menawarkan racun ular berbisa. Para Perajurit dan punggawa, yang
terkena serangan ular berbisa, termasuk juga Prabu Rama dan Laksmana Widagda. setelah mendapat perawatan, dengan daun dimaksud, mereka terbangun dari pingsannya, dan sembuhlah mereka semua, termasuk Prabu Rama dan Laksmana yang telah siuman kembali.
Gabung di FP kami yuk : http://facebook.com/caritawayang
0 comments:
Post a Comment