Searching...

Popular Posts

Sunday, June 23, 2013

Kidung Malam (82) - Semakin Renta

10:29 PM

Hari semakin siang, sinar matahari bertambah panas. Lautan manusia di alun-alun Cempalaradya berusaha untuk bertahan dalam teriknya matahari. Karena bagi mereka sayembara perang tanding ini lebih menarik dan lebih menegangkan dibangdingkan dengan sayembara memanah. Panggung sayembara kembali menjadi pusat perhatian. Gandamana berdiri kokoh di atas kedua kakinya yang kokoh pula. Satu persatu peserta sayembara perang tanding telah dikalahkan. Sorak-sorai dan tepuk tangan tak henti-hentinya menyambut kemenangan Gandamana.

Menyaksikan kesaktian Gandamana, peserta sayembara semakin tergetar hatinya. Banyak diantara mereka telah mengurungkan niatnya untuk mengikuti sayembara. Mereka memutuskan untuk menjadi penonton saja. Oleh karenanya beberapa waktu ditunggu tak juga ada peserta baru yang mencoba naik ke atas panggung dengan muka tengadah dan dada membusung.

Udara yang panas menjadi semakin panas. Orang-orang mulai berteriak tak sabar menanti calon lawan Gandamana yang baru. Dalam situasi yang demikian, terlintas di pikiran Gandamana, adakah seseorang yang mampu memenangkan sayembara dengan mengalahkan diriku? Jika tidak ada artinya bahwa diantara lautan manusia itu tidak ada orang yang pantas menjadi pendamping Durpadi. Tetapi jika pun ada sesorang yang mampu mengalahkan aku, tentunya aku berharap agar Durpadi mau mengakui kemenangannya dan bersedia menjadi isterinya. Karena jika Durpadi menolaknya, seperti yang telah dilakukan kepada pemuda rupawan dari kalangan sudra, aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi, karena aku sudah dikalahkan bahkan bisa juga aku telah gugur.

Namun jika pun aku benar-benar gugur dalam sayembara ini, aku telah siap. Aku tidak akan menyesal. Karena itu artinya bahwa aku telah mengorbankan diri untuk Durpadi agar mendapat calon pendamping yang pantas dan berkualitas. Dan juga demi kebesaran negara Pancalaradya atau Cempalaradya.

Jika pun aku sudah tidak diberi waktu lagi untuk mengabdi, aku sadar bahwa diriku menjadi semakin renta dan ringkih. Aku harus tahu diri untuk generasi selanjutnya yang lebih muda dan yang lebih perkasa. Oleh karenanya aku bangga jika dikalahkan oleh orang muda jujur dan sakti.

Pada saat Gandamana menyusuri jalan pikirannya, tiba-tiba melompatlah di atas panggung sosok tinggi perkasa yang memakai pakaian Brahmana. Ia bernama Bima. Banyak orang mengetahui bahwa ia datang ke tempat sayembara bersama brahmana tampan yang telah menunjukkan kesaktiannya dalam hal memanah. Maka ketika saudara brahmana tampan dan sakti tersebut naik ke atas panggung sayembara, serentak lautan manusia menyambutnya dengan teriakan dan tepuk tangan, bak suara selaksa mesin tenun yang dijalankan para wanita di padang terbuka.

Sejenak kemudian sasana menjadi hening dan tegang, mengiring langkah Bima yang semakin dekat dengan Gandamana. Bima sudah sangat mengenal Gandamana bahkan kesaktian Gandamana. Karena Bima pernah berperang melawan Gandamana sewaktu di utus Pandita Durna untuk meringkus Gandamana dan Durpada. Namun rupanya Gandamana tidak ingat lagi akan sosok yang berada di depannya. Karena Bima sengaja menyamar menjadi seorang Brahmana.

Karena hari menjelang sore, dan matahari telah bergeser semakin jauh dari titik tertinggi, Gandamana dan Bima mempunyai keinginan yang sama yaitu untuk menyelesaikan sayembara ini secepatnya. Oleh karenanya segeralah keduanya bergerak cepat dan kuat. Melihat gelagat lawannya yang percaya diri, Gandamana langsung mengetrapkan aji Bandung Bandawasa dan Aji Wungkal Bener. Sedangkan Bima menggunakan aji Angkusprana. Decak kagum dan ketegangan tersembul dari wajah-wajah mereka yang menyaksikan. Oleh karena keduanya mengetrapkan ilmu-ilmu tingkat tinggi, hampir semua orang yang menjejali alun-alun Pancalaradya tidak mengetahui apa yang sedang terjadi. Keduanya berkelebat sangat cepat, sehingga mata telanjang mereka tidak mampu membedakan dengan jelas antara Gandamana dan Bima.

Pertempuran paling sengit selama sayembara terjadi. Beberapa waktu berlangsung keadaan mulai berubah pelan. Aji Bandung Bandawasa yang mempunyai kekuatan sebanding dengan seribu gajah ternyata tidak lagi menjadi utuh. Hal tersebut diakibatkan oleh tenaga Gandamana yang susut dengan amat cepat. Otot-ototnya mulai kendor. Ia tidak mampu lagi mengetrapkan aji Bandung Bandawasa dengan sempurna. Demikian juga aji Wungkal Bener yang menjadi tidak efektif ketika harus berhadapan dengan Bima. Karena jika dilihat dari sifatnya, aji wungkal bener adalah aji yang berpihak pada bebener. Seseorang yang dapat mengetrapkan aji Wungkal Bener dengan sempurna adalah orang benar, dan meyakini kebenaran tersebut. Aji Wungkal Bener menjadi sangat efektif ketika lawan Gandamana adalah orang yang menentang kebenaran. Maka ketika berperang melawan Bima, seseorang yang berpihak pada kebenaran, aji Wungkal Bener ibarat ketemu batunya. Tidak dapat berbuat banyak.

Sebaliknya Bima, dengan ajian Angkusprana yang mampu menghimpun kekuatan angin, justru dapat bergerak semakin ringan dan bertenaga semakin perkasa. Gandamana mulai curiga atas lawannya. Siapakah sesungguhnya orang gagah perkasa yang memakai pakaian brahmana ini. Benarkah ia seorang Brahmana? Gandamana yang sudah berumur, sedikit teringat akan sepak terjang lawan yang dihadapi. Dahulu Gandamana pernah dikalahkan Bima, namun waktu itu Gandamana tidak dengan sungguh-sungguh berperang melawan Bima. Dan juga waktu itu tenaganya masih cukup perkasa. Namun kini aku tidak seperkasa dahulu lagi dan lawan yang aku hadapi lebih perkasa dibandingkan dengan BIma waktu itu. Tetapi ada kemiripan dalam hal sepak terjangnya. Apakah Brahmana ini Bima yang semakin matang? Benarkah engkau cucuku Bima? Jika benar aku lega dan bahagia. Lega karena gugur di tangan anak Prabu Pandu. Bahagia karena Durpadi mendapat pendamping yang pantas dan luhur.

Gandamana mendapat firasat bahwa inilah saatnya untuk meninggalkan segala-galanya dan meletakkan tugas-tugasnya. Generasi baru telah siap menggantikan darmanya. Dan ia yang menggantikan bukan orang lain. Ia adalah cucunya sendiri, anak Prabu Pandudewanata junjungannya. Oleh krena ia rela gugur di tangan Bima. Dan bahkan Gandamana akan mewariskan ilmu Wungkal Bener dan Bandung Bandawasa kepada Bima.

source: google.com

0 comments:

Post a Comment