Searching...

Popular Posts

Sunday, June 23, 2013

Kidung Malam (77) - Watak Ksatria

9:31 PM

ika boleh memilih tentunya Arimbi akan memilh diantara Bima dan adik-adiknya tidak perlu bertempur. Karena jika hal itu terjadi hati Arimbi akan dihimpit rasa cemas dari dua penjuru, seperti yang pernah dirasakan ketika Bima bertempur melawan Arimba. Disatu pihak Arimbi mencemaskan Bima suaminya, dipihak yang lain Arimbi juga mengkawatirkan adik-adiknya. Namun apa boleh buat, untuk menundukkan adik-adiknya tidak ada jalan lain kecuali bertempur. Harapannya agar Bima dapat memenangkan pertempuran melawan adik-adiknya dengan tidak menyisakan luka, baik luka di badan maupun luka di hati.

Dikarenakan tidak ada pilihan lain Bima pun meladeni tantangan adik-adik Arimbi. Dengan melangkah tenang namun berat Bima mendekati Brajadenta yang dipandang sebagai pimpinan diantara mereka. Sebelum Bima mendekat semakin dekat, Brajadenta telah memberi aba-aba kepada keempat adiknya untuk menyerang Bima secara serentak. Maka sebentar kemudian terjadilah pertempuran sengit. Bima dikeroyok oleh adik-adik Arimbi, kecuali Kala Bendana yaitu Prabakesa, Brajadenta, Brajamusti, Brajawikalpa dan Brajalamatan.

Arimbi yang menyaksikan pertempuran itu menilai bahwa pertempuran bakal berjalan seru dan dahsyat. Karena masing-masing dari mereka mempunyai ilmu-ilmu tingkat tinggi. Namun jika dibandingkan dengan Bima ilmu-ilmu yang dimiliki ke lima adik-adinya masih berada dibawahnya. Tetapi dikarenakan kekuatan kelimanya bergabung menjadi satu maka akan sungguh merepotkan Bima. Walaupun Bima merasakan bahwasannya tingkat ilmu adik-adik Arimbi masih berada di bawah Arimba, tidak ada niat di hati Bima untuk menganggap enteng serangan-serangan mereka. Bima selalu waspada menunggu serangan demi serangan yang dilancarkan adik-adik Arimbi jurus demi jurus secara bergantian. Bahkan kadang kala putra-putra Pringgandani tersebut melakukan serangan secara serentak. Menghadapi serangan beruntun Bima lebih memilih menunggu serangan dari pada mengambil inisiatif menyerang. Hal tersebut dilakukan karena Bima tidak berniat untuk menyakiti adik-adik Arimbi, seperti yang dibisikan Arimbi sebelumnya.

Setelah pertempuran berjalan cukup lama, adik-adik Arimbi yang pada mulanya membenci Bima sebagai seorang pembunuh Kakak Arimba, perlahan-lahan mulai mempertanyakan kebencian itu. Benarkah Bima seorang pembunuh yang kejam dan wajib dibenci dan dimusnahkan? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul setelah mereka merasakan bahwa perilaku Bima tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya yaitu ganas dan kejam. Pada kenyataannya Bima adalah seorang kesatria sejati yang penuh tatakrama juga ketika Bima berada di medan laga. Dengan sifat Bima yang demikian dapat dimungkinkan bahwa gugurnya Arimba di tangan Bima akibat dari pembelaan diri Bima menghadapi serangan Prabu Arimba.

Watak ksatria yang melekat pada pribadi Bima telah mengusik watak ksatria anak-anak Pringgandani yang dahulu pernah ditanamkan oleh Prabu Tremboko. Dengan watak ksatria tersebut lalu munculah kesadaran bahwa ilmu mereka masih berada di bawah ilmu Bima. Walaupun mereka telah mengeroyok Bima, adik-adik Arimbi tersebut sulit untuk mengalahkannya. Bahkan kemudian munculah rasa malu di hati mereka karena mengeroyok seseorang adalah tindakkan yang jauh dari watak ksatria.

Oleh karenanya, seperti diberi aba-aba Prabakesa, Brajadenta, Brajamusti, Brajawikalpa dan Brajalamatan mengendorkan serangan, untuk kemudian menghentikan serangan. Para prajurit jaga pada heran melihatnya. Apa yang terjadi? Brajadenta dapat membaca apa yang diinginkan oleh keempat adiknya. Untuk itulah maka kemudian Brajadenta melangkah mendekati Bima. semua mata mengarahkan pandangannya kepada sosok Brjadenta. Apa yang akan diperbuat? Setelah tepat di depan Bima, Brajadenta berkata “Kami mengaku kalah.”

Arimbi melonjak senang, tawaran damai yang dibawa Arimbi telah diterima oleh adik-adiknya. Selanjutnya terjadilah pemandangan yang mengharukan. Bima memeluk adik-adik Arimbi satu persatu. Mereka telah menerima Bima sebagai bagian dari keluarganya, tidak sebagai musuhnya.

Dengan menghidupi watak ksatria, para putra Pringgandani yang berparas rasaksa dapat ikhlas merelakan kematian Prabu Arimba dalam perang tading melawan Bima. mereka mengakui bahwa Bima memang seorang ksatria keturunan trah Girisarangan yang sakti. Maka dari itu ada rasa bangga di hati mereka ketika Bima telah menyunting Kakang Mbok Arimbi yang sudah menjadi jelita, dan menjadi satu keluarga di Pringgandani.

Dengan bergabungnya Bima di Pringgandani, para putra Pringgandani optimis menatap masa depan negara Pringgandani. Karena pasangan Bima dan Arimbi telah mampu menghidupi kembali watak ksatria yang telah diwariskan oleh para pendahulunya, tat kala membangun dan mendirikan negara Pringgandani. Karena dengan watak berani, bersih, jujur, dan tulus, yang menjadi ciri khas watak seorang ksatria, negara Pringgandani telah menjadi besar. Dan akan semakin besar dan jaya manakala nilai-nilai luhur yang telah diwariskan akan dihidupi dalam menjalankan pemerintahan negara Pringgandani.

Waktu merambat pelan, untuk beberapa waktu Bima tinggal di Pringgandani membantu dan mendampingi Arimbi dalam menata pemerintahan yang telah beberapa waktu komplang tanpa raja. Seiring dengan penataan kerajaan, kandungan Arimbi bertambah semakin besar. Ada secercah kebahagiaan dan harapan yang berkaitan dengan bayi yang dikandung. Tangan Bima dan Arimbi meraba lembut perut Arimbi dengan sebuah permohonan yang bulat dan utuh, jadikanlah anak ini seorang raja ksatria yang membawa kejayaan negara Pringgandani.

Suasana duka masih terasa sejak kepergian Raja besar Pringgandani untuk selamanya. Prabu Arimba telah mempercayakan negara Pringgandani kepada Arimbi. Senyum abadi yang ditinggalkan Prabu Arimba memberi semangat optimisme untuk mewujudkan harapan akan kebesaran dan kejayaan Negara Pringgandani.

source: google.com

0 comments:

Post a Comment