Searching...

Popular Posts

Sunday, June 23, 2013

Kidung Malam (74) - Bima dan Arimbi

8:00 AM

Bima menundukkan kepalanya untuk menatap Arimbi yang bersimpuh menyembah dan memeluk kaki Bima. Raseksi Arimbi yang sudah menjelma menjadi seorang wanita nan cantik menawan mampu membuat Bima terpana. Jika menuruti nalurinya sebagai lelaki, Bima ingin membungkuk, memegang ke dua pundak Arimbi untuk diangkatnya dan kemudian dipeluknya erat-erat, agar payudaranya menghangatkan dadanya. Jika hal itu yang dilakukan, dapat dipastikan bahwa Arimbi bakal menyambut hangat pelukan Bima. Dikarenakan Arimbilah yang pada awal mula jatuh cinta kepada Bima.

Namun gejolak keinginan Bima tidak dengan serta merta dituruti. Sebagai seorang kesatria Bima berusaha untuk menjaga citranya. Maka dibiarkannya tangan Arimbi memeluk kakinya. Tidak seperti sebelumnya ketika masih berujud rakseksi, Bima merasa jijik dan selalu menghindari Arimbi.

Kunthi, Puntadewa, Arjuna, Nakula dan Sadewa memandangi keduanya dengan perasaan senang. Dalam hati mereka sepakat bahwa pasangan Bimasena dan Arimbi merupakan pasangan yang serasi. Mereka juga bersyukur karena Bimasena tidak lagi membenci Arimbi yang telah banyak membatu Kunthi dan para Pandawa.

Arimbi merasa lega karena sembahnya diterima Bima. Titik terang mulai memancarkan harapan bahwa cinta Arimbi bakal diterima Bima. Ketika harapan mulai terbuka, Arimbi memberanikan diri untuk maju selangkah lagi dengan melakukan ngaras pada yaitu mencium kaki Bima. Ketika bibir Arimbi menyentuh kaki Bima, seluruh tubuh Bima bergetar, terutama detak jantungnya yang berdetak semakin cepat. Untuk menormalkan kembali detak jauntungnya, Bima memegang kedua pundak Arimbi, untuk di tarik ke atas, agar bibir yang basah bak delima merekah tidak lagi menempel dikaki Bima. Arimbi menuruti pundaknya diangkat Bima untuk berdiri berhadapan dengan Bima. Ke dua pasang mata saling menatap. Entah apa yang terbaca di palung hati mereka yang terdalam.

Hari-hari selanjutnya, Arimbi mengikuti penggembaraan Kunthi dan Pandawa di hutan Waranawata. Hubungan Arimbi dan Bima semakin intim. Kunthi mencoba membaca perasaan anak-anaknya selain Bima, terutama Puntadewa, apakah ada sesuatu yang mengganjal dihatinya melihat semakin dekatnya hubungan Bima dan Arimbi.

Untuk memastikannya Kunthi menemui Puntadewa secara khusus.

“Puntadewa anakku, seperti yang kita lihat bersama bahwa pertemuannya Bima dan Arimbi bukan aku yang merencana. Demikian kedekatan mereka yang semakin dekat bukan pula karena aku.”

“Aku paham Ibunda Kunthi, bahwa semuanya itu telah diatur oleh Sang Hyang Widiwasa”

“Jika demikian tentunya engkau sebagai saudara sulung rela dan ikhlas seandainya adikmu Bima akan mempunyai dua isteri.”

“Sungguh Ibunda Kunthi aku rela dan ikhlas.”

Kunthi lega mendengar pernyataan Puntadewa, walaupun dibalik kelegaan ada rasa kasihan terhadap Puntadewa.

Hari berikutnya seluruh anggota keluarga termasuk Arimbi dikumpulkan oleh Kunthi. Hal tersebut dilakukan demi membicarakan hubungan Bima dan Arimbi. Pada kesempatan tersebut Kunthi menghendaki agar hubungan antara Bima dan Arimbi diresmikan menjadi suami isteri. Mengingat bahwa diantara keduanya telah terjalin benang asmara yang sedang bertumbuh, saling mengikat dan saling membutuhkan, sehingga jika dipisahkan akan melukai keduanya.

Semua saudara Bima menyetujui kehendak ibu Kunthi. Maka segera setelah memilih hari yang baik bagi pasangan Bima dan Arimbi, mereka diresmikan sebagai suami isteri dengan selamatan yang sederhana.

Perkimpoian Bima dengan Arimbi yang adalah bangsa raksasa menyusul perkawian Bima dengan Nagagini yang adalah bangsa ular merupakan wujud bahwa Pandawa Lima bisa manjing ajur ajer, luluh menjadi satu dengan semua golongan manusia. Bima kesatria yang gagah perkasa patuh, sederhana, berani, sakti, dan jujur memang pantas menjadi idaman banyak wanita. Oleh karena kejujuran dan kesederhanaannya Bima tak pernah berpikir yang macam-macam, tak pernah menolak dengan apa yang memang sudah menjadi tugasnya dan kewajibannya.. Hidup ini dijalaninya dengan apa adanya, mung saderma nglakoni hanya sebatas menjalani saja, karena sudah ada yang mengatur. Bagaikan air, Bima mengalir begitu saja sesuai dengan kehendakNya. Oleh karenanya ketika dipertemukan dengan Arimbi yang cantik Bima tak kuasa menolaknya.

Dengan pemahaman tersebut Bima tidak merasa bersikap kurang ajar terhadap Puntadewa kakaknya yang telah dua kali dilangkahi. Bima juga tidak merasa mengkianati Nagagini pada saat ia bercengkerama dengan Arimbi.

Sedangkan dipihak Arimbi Bima adalah segalanya. Hidup bersanding dengan Bima ibarat kejatuhan bulan di saat purnama, mendapat keberuntungan penuh. Oleh karenanya Arimbi tega mengorbankan Arimba Kakaknya demi cintanya kepada Bima.

Namun walaupun Arimbi telah bahagia bersanding dengan pujaan hati, hatinya sedih juga saat mengingat gugurnya Arimba yang sangat menyayangi dirinya. Sesungguhnya Arimbi tidak rela kalau dianggap membunuh kakanya melalui kekasihnya. Yang dilakukan adalah membela yang lemah tak berdaya. Jika akhirnya yang terjadi adalah kematian Kakaknya, itu sungguh diluar perhitungannya. Arimbi tahu bahwa jika Prabu Arimba ditusuk pusarnya ia akan lemas untuk sementara sehingga Bima dapat melepaskan cengkeramannya. Namun ia tidak tahu bahwa pada saat Arimbi berteriak “tusuk pusarnya” tepat pada saat bedug tengange, saat mata hari berada persis dipuncak ketinggian. Saat itulah kulit Arimba menjadi lunak seperti gethuk dan dengan mudah dikoyak dengan benda tajam. Dengan pembenaran tersebut Arimbi memperoleh keringanan beban hatinya.

Beberapa bulan berlalu, Bima dan Arimbi menjalani masa bualan madu.

“Kakanda Bima aku sunguh bahagia karena benih dari buah cinta kita berdua telah tumbuh di rahimku. Aku mendambakan anak laki-laki, agar nantinya dapat mewarisi Negara Pringgondani. Apakah Kanda Bima setuju?” tanya Arimbi manja. Bima menganguk-angguk sembari membetulkan posisi duduknya, agar Arimbi tidak jatuh dari pangkuannya. Angin hutan meniup perlahan mengusap sekujur tubuh mereka yang berpasihan.

source: google.com

0 comments:

Post a Comment